BI Dinilai Perlu Tahan Suku Bunga di 6 Persen, Ini Alasannya
Pada awal tahun 2024, Indonesia membukukan neraca perdagangan positif sebesar 2,01 miliar dolar AS pada Januari 2024, terendah dalam enam bulan terakhir dibandingkan 3,29 miliar dolar AS pada bulan sebelumnya.
Ekspor pada Januari 2024 mengalami penurunan sebesar 8,06 persen (yoy) menjadi 20,52 miliar dolar AS, kontraksi yang lebih besar dibandingkan penurunan sebesar 5,76 persen (yoy) pada bulan sebelumnya.
Penurunan ekspor disebabkan oleh melemahnya permintaan global dan turunnya harga komoditas global sehingga berdampak pada penurunan ekspor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 6,07 persen (yoy) (atau 5,49 persen (mtm) dan 8,20 persen (yoy) atau 8,54 persen (mtm).
"Dilihat dari dinamika terkini, ketahanan perekonomian domestik dan kemungkinan penurunan suku bunga The Fed yang lebih rendah dalam waktu dekat, kami memandang BI perlu mempertahankan BI Rate pada level 6,00 persen pada rapat dewan gubernur BI bulan ini," katanya.
Hal itu karena inflasi tetap terjaga mendekati target baru sebesar 2,5 persen dengan tekanan inflasi terdekat kemungkinan berasal dari kenaikan pengeluaran pada beberapa libur akhir pekan panjang dan harga menjelang musim Ramadhan.
Meskipun sedikit terdepresiasi selama sebulan terakhir, Rupiah kini berada pada kisaran Rp15.650 per dolar AS setelah pemilu. Dari sisi eksternal, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga kebijakannya dan mengindikasikan penurunan suku bunga kemungkinan akan ditunda.
Meskipun tidak ada tekanan dari inflasi, menjaga perbedaan imbal hasil yang memadai antara obligasi Pemerintah Indonesia dan obligasi Negara AS sangat penting untuk mencegah arus keluar modal dan menjaga nilai tukar Rupiah tetap terkendali.
Editor: Aditya Pratama