Kepala Bappenas: Penerapan Ekonomi Pancasila Masih Jauh dari Gagasan Bung Hatta
JAKARTA, iNews.id - Konsep Ekonomi Pancasila yang tertuang dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dinilai belum berjalan di Indonesia. Ekonomi saat ini hanya menguntungkan orang per orang, bukan masyarakat secara umum.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa menilai, penerapan ekonomi Pancasila hingga saat ini masih jauh dari harapan. Di tengah globalisasi, Pancasila sebagai konsep yang mentah masih jauh dari ide dan gagasan Mantan Wakil Presiden, Muhammad Hatta.
"Ekonomi Pancasila itu kita belum sampai sebuah grand theory, tokoh di balik ini Bung Hatta. Tapi siapa sih yang mengikut Hatta dengan benar? Menurut saya, kita coba mendekati tapi masih jauh dari gagasan dan pemikiran juga apa yang dikehendaki Hatta," katanya dalam webinar dan bedah buku "Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi", Sabtu (20/6/2020).
Menurut Suharso, ekonomi Pancasila sejak Indonesia merdeka masih terus mencari rumusan. Suharso berharap, Ekonomi Pancasila sebagai gagasan alternatif bisa terus diperkenalkan kepada para mahasiswa di kampus.
Ahmad Erani Yustika, Penulis buku "Ekonomi Pancasila dalam Pusaran Globalisasi", mengatakan, Ekonomi Pancasila secara sederhana menempatkan nilai-nilai Pancasila pada kegiatan perekonomian.
Di tengah globalisasi, kata dia, ekonomi Pancasila akan bertabrakan sehingga harus dicari solusi agar tetap terus relevan di tengah kondisi saat ini. Ekonomi Pancasila dinilai berseberangan dengan lima pilar globalisasi, yaitu efisiensi produksi dan distribusi, peningkatan perdagangan internasional, operasi perusahaan lintas negara, ketergantungan terhadap ekonomi global, serta kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa.
Tantangannya, kata Erani, bagaimana memasukkan nilai-nilai Pancasila terhadap lima pilar globalisasi tersebut. Misalnya, perdagangan internasional jangan sampai menganggap negara-negara berkembang sebagai pasar bagi negara maju. Demikian pula operasi korporasi lintas negara tak boleh mengganggu kedaulatan dan ruang ekonomi pelaku ekonomi domestik.
"Kebebasan pergerakan modal, barang dan jasa bisa dilakukan sepanjang menguntungkan seluruh pihak, utamanya untuk kepentingan domestik," kata Erani.
Editor: Rahmat Fiansyah