Kepala BPS Sebut Defisit Perdagangan Januari Terdalam Sejak 2013
"Sehingga kinerjanya jatuh, tercermin dari turunnya ekspor golongan barang lemak dan minyak hewan atau nabati mencapai 9,56 persen," kata dia.
Kemudian, harga batu bara yang turun 7,76 persen sedangkan volume ekspor naik 14,56 persen. "Tapi untuk karet, karena volume dan harganya turun yakni 8,8 persen dan 7,56 persen, itu membuat karet dan barang dari karet memang turun cukup dalam (kinerja eksporya)," ucapnya.
Oleh karenanya, pemerintah diharapkan dapat mengganti komposisi ekspor Indonesia dari barang mentah menjadi barang olahan yang memiliki nilai tambah. Pasalnya, hal ini bisa menekan defisit neraca perdagangan.
"Jadi industri pengolahan yang menjadi solusinya. Bagaimana itu diolah dulu, mendapatkan nilai tambah, sehingga tidak dipengaruhi harga komoditas," tuturnya.
Sebagai informasi, BPS mencatat tren neraca perdagangan 2008-2017 setiap Januari selalu mengalami surplus. Selama periode tersebut surplus paling besar tercatat pada periode Januari 2010 yang mencapai 2,1 miliar dolar AS
Namun, pada Januari 2018 neraca perdagangan mulai kehabisan tenaga dengan mencatat defisit 74,7 juta dolar AS. Defisit makin parah pada Januari 2014 yang sebesar 444 juta dolar AS
Kemudian, pada Januari 2015-2017 neraca perdagangan mulai surplus sampai Januari 2018 kembali mencetak defisit 756 juta dolar AS. Defisit menjadi semakin dalam pada Januari 2019 sebesar yang 1,16 miliar dolar AS.
Editor: Ranto Rajagukguk