Outlook 2023: Prospek Ekonomi Indonesia di Tengah Ancaman Resesi Dunia
Sedangkan Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan di kisaran 4,5 sampai 5,3 persen. Ini terutama didukung oleh tingkat konsumsi masyarakat yang terjaga, masih berlanjutnya dukungan fiskal pemerintah, investasi yang masih terus masuk hingga kinerja ekspor yang masih akan terjaga tumbuh.
"Jadi kurang lebih mendekati 5 persen. Persis sama yang disampaikan Menteri Keuangan, dukungan fiskal, konsumsi, investasi, di samping juga ekspor," ujar Gubenur BI Perry Warjiyo.
Dari sisi inflasi, menurutnya, juga akan kembali ke level sasaran 3 plus minus 1 persen karena upaya pengendalian harga-harga yang terus gencar dilakukan pemerintah baik di pusat maupun daerah.
"Semester II 2023, inflasinya IHK (Indeks Harga Konsumen) akan di bawah 4 persen, akhir tahun depan inflasi kita perkirakan ada di sekitar 3 persen, IHK, kalau core, Indonesia sudah di bawah 4 persen di semester I karena ada dampak base, tapi kalau IHK itu sekitar 3 persen," tutur dia.
Perry juga memperkirakan, nilai tukar rupiah pada 2023 akan kembali menguat sesuai dengan fundamental ekonomi Indonesia karena terjaganya keseimbangan neraca pembayaran. Dengan demikian, dia memastikan, kebijakan suku bunga acuan akan bisa lebih terukur dan tidak agresif.
Adapun Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 lebih rendah dari proyeksi pemerintah, yakni hanya mencapai 4,8 persen hingga 5 persen. Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menuturkan, tahun depan akan menjadi tahun yang tidak mudah lantaran gejolak ekonomi dan situasi global yang tidak pasti, terutama konflik geopolitik yang masih akan berlangsung, sehingga memberikan tekanan terhadap perekonomian.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pun optimistis industri jasa keuangan masih akan gencar menyalurkan kredit untuk menggerakkan perekonomian. Kata dia, tingkat penyaluran kredit masih bisa terjaga di level pertumbuhan 11 persen dan lembaga penyalur pembiayaan di level 13 persen.
"Nah artinya ruang untuk bisa menopang pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan di sekitar 5 persen di 2023 itu cukup, apalagi kita sudah perkuat dengan kecukupan modal. Pembiayan juga demikian. Jadi ruang untuk itu sudah memadai tinggal sekarang kita manfaatlan betul sektor-sektornya," ucap Mahendra.
Kendati demikian, mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai dampak tekanan global akan terasa ke Indonesia, namun tidak membuat RI masuk ke dalam jurang resesi. Menurutnya, RI hanya akan mengalami perlambatan ekonomi.
Dia memperkirakan, dampak resesi global akan terasa ke Indonesia melalui jalur perdagangan dan keuangan. Dari jalur perdagangan akan mengakibatkan melambatnya ekspor Indonesia, namun dampaknya relatif terbatas pada ekonomi nasional. Itu karena kontribusi ekspor Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) relatif kecil, yaitu 25 persen.
Di sisi lain, RI juga diuntungkan dari kondisi kenaikan harga batu bara akibat perang Rusia dan Ukraina, sehingga mengompensasi penurunan ekspor lainnya.
"Maka dampak dari jalur perdagangan terhadap ekonomi indonesia relatif terbatas," katanya.
Di jalur keuangan, dia menuturkan, akan membuat tekanan terhadap kurs rupiah akibat menguatnya dolar AS. Penguatan dolar AS seiring pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat yang lebih baik dari kawasan Eropa, diikuti dengan kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed).
Adapun pelemahan kurs rupiah bersamaan dengan kebijakan kenaikan suku bunga acuan BI 7-Day (Reverse) Repo Rate bertujuan menekan tingginya inflasi. Kenaikan suku bunga akan mempengaruhi biaya utang yang juga semakin mahal, sehingga akan berdampak pada investasi yang dilakukan perusahaan dan konsumsi masyarakat.
Di samping itu, konsolidasi fiskal juga akan membuat dampak kepada perekonomian Indonesia, Chatib menilai, pemerintah perlu memberikan prioritas pada kebijakan perlindungan sosial guna mengantisipasi dampak pelemahan dari resesi global. Pada akhirnya, berbagai kewaspadaan terhadap kondisi perekonomian 2023 perlu diantisipasi dan dihadapi dengan mempererat sinergi dan kolaborasi sehingga Indonesia mampu menghadapi gejolak dan bangkit lebih kuat secara berkelanjutan.
Editor: Jujuk Ernawati