Pemerintah Sampaikan 9 Pokok Perubahan UU IKN ke DPR, Apa Saja?
JAKARTA, iNews.id - Pemerintah melalui Kementerian PPN/Bappenas bersama Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) menyampaikan 9 pokok perubahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, mengatakan 9 pokok revisi UU IKN sesuai usulan pemerintah, yaitu terkait Kewenangan Khusus, Pertanahan, Pengelolaan Keuangan, Pengisian Jabatan OIKN, Penyelenggaraan Perumahan, Batas Wilayah, Tata Ruang, Mitra di DPR, dan Jaminan Berkelanjutan.
“Tapi inti dari semua itu adalah bentuk kewenangannya. Bentuk kewenangan khusus yang ingin kita perkuat dalam perubahan Undang-Undang ini (UU IKN),” kata Suharso, dalam dalam rapat kerja tingkat 1 dengan Komisi II DPR.
Menurut dia, revisi UU IKN tersebut juga berimplikasi pada Peraturan Pelaksanaanya yang nantinya perlu diubah mengikuti konteks RUU perubahan UU IKN nantinya, yaitu PP 17/2022, PP 12/2023, PP 27 2023, Perpres 62/2022, Perpres 63/2022, Perpres 64/2022, dan Perpres 65/2022, dan haru diselesaikan dalam waktu dua bulan sejak UU tentang Perubahan UU IKN ditetapkan.
“Selain kewenangan khusus, kita juga ingin memperkuat pengaturan hak atas tanah, mengenai soal keuangan, anggaran dan barang, apakah sebagai kuasa (pengguna) atau pengelola, itu semuanya berubah, jadi intinya adalah kewenangan (Otorita IKN sebagai Pemerintah Daerah Khusus, Pemdasus, IKN),” ujar Suharso, dikutip Selasa (22/8/2023).
Sejak UU IKN diterbitkan, lanjutnya, ditemukan berbagai isu dan tantangan baru yang dihadapi Badan Otorita IKN dalam pelaksanaan kegiatan 4P (Persiapan, Pembangunan, dan Pemindahan Ibu Kota Negara, serta Penyelenggaraan Pemdasus IKN).
Suharso mengungkapkan, setidaknya ada 5 hal tantangan baru yang dihadapi Badan Otorita IKN. Pertama,perbedaan interpretasi dalam memahami kewenangan khusus yang dimiliki Badan Otorita IKN terkait tugas dan fungsinya.
Kedua, kedudukan Badan Otorita IKN sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, serta aspek pembiayaan yang dapat dilakukan oleh Otorita IKN secara mandiri sebagai Pemdasus.
Ketiga, pengaturan spesifik mengenai pengakuan hak atas tanah yang dimiliki dan/atau yang dikuasai oleh masyarakat, serta penataan ulang tanah untuk memastikan pengelolaan wilayah oleh Otorita IKN dan pemerintah daerah di sekitar Wilayah IKN.
Keempat, pengaturan khusus untuk pengembang investor perumahan, serta jangka waktu hak atas tanah agar investasi di IKN menjadi lebih kompetitif. Kelima, kepastian keberlanjutan dan keberlangsungan kegiatan pembangunan di IKN, serta diperlukan adanya keterlibatan DPR dalam hal pengawasan sebagai representasi masyarakat.
Editor: Jeanny Aipassa