Seret, Penerimaan Cukai per akhir Juni Baru 32 Persen
JAKARTA, iNews.id - Penerimaan negara dari cukai hingga enam bulan pertama tahun ini masih seret.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat realisasi penerimaan cukai hingga akhir Juni 2018 baru mencapai Rp Rp50,21 triliun. Angka ini baru 32,31 persen dari target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 Rp155,4 triliun.
Bila dibandingkan periode yang sama tahun lalu, realisasi penerimaan cukai tahun ini juga lebih rendah. Dalam enam bulan pertama tahun lalu, penerimaan cukai mencapai Rp61,7 triliun atau 32,3 triliun atau sekitar 32,2 persen dari target dalam APBN Perubahan 2017 sebesar Rp191,2 triliun.
Plt Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kementerian Keuangan, Nugroho Wahyu mengakui, penerimaan cukai sejauh ini belum sampai 50 persen dari target. Namun, dia masih optimistis target akan tahun ini akan tercapai.
"Kenapa setengah tahun cuma Rp50 triliun? Karena setiap akhir tahun penerimaan cukai akan tinggi, pada saat itu orang mulai menyetok barang untuk tahun depan. Belum lagi konsumsi minuman (alkohol) untuk tahun baru," ujarnya dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Majalah Sindo Weekly Forum di Gedung Sindo, Jakarta, Selasa (3/7/2018).
Nugroho mengatakan, cukai merupakan kontributor utama bagi penerimaan bea cukai. Dari total penerimaan bea cukai tahun lalu sebesar Rp192 triliun, cukai menyumbang paling besar hingga Rp153 triliun.
"Sebenernya bea masuk, bea keluar itu kecil dibandingkan dengan cukai. Jadi hampir lebih dari tiga per empat, jadi 75 persen penerimaan DJBC itu cukai sebenarnya," kata Nugroho.
Kendati demikian, penerimaan cukai dibandingkan nominal Produk Domestik Bruto (PDB) sangat kecil. "Volume PDB kita kan besar sekali. Jadi 1,2 persen dari PDB, kecil sekali," kata dia.
Nugroho juga menyebut, objek kena cukai di Indonesia tergolong sedikit dibandingkan negara lain. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, hanya ada tiga objek kena cukai yaitu etil alkohol atau etanol, minuman yang mengandung etil alkohol, dan hasil tembakau.
"Sementara Thailand, Vietnam itu lebih banyak. Kenapa? Di Indonesia terkendala persetujuan DPR, kalau persetujuan cepat prosesnya juga cepat," ucapnya.
Editor: Rahmat Fiansyah