Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Berubah Jadi Tak Berjenjang, Begini Prosedurnya
Advertisement . Scroll to see content

YLKI: Cukai Rokok untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan Menyesatkan

Kamis, 20 September 2018 - 13:59:00 WIB
YLKI: Cukai Rokok untuk Tambal Defisit BPJS Kesehatan Menyesatkan
ilustrasi. (Foto: Okezone.com)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik keputusan Presiden Joko Widodo yang mengizinkan defisit BPJS Kesehatan ditambal dengan cukai rokok.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi memahami defisit BPJS Kesehatan harus segera ditutup karena membahayakan keselamatan pasien. Selain itu, langkah menambal defisit dengan cukai rokok juga cukup layak untuk mengobati penyakit akibat dampak negatif rokok.

"Namun, hal ini tidak bisa dilakukan secara serampangan, karena alih alih akan menimbulkan sejumlah ironi yang justru kontra produktif bagi masyarakat dan BPJS Kesehatan itu sendiri," kata Tulus melalui keterangan tertulis, Kamis (20/9/2018).

Dia memaparkan sejumlah ironi di balik suntikan cukai rokok untuk menambal defisit BPJS Kesehatan. Pertama, YLKI menilai langkah tersebut seperti halnya pemerintah menyuruh rakyatnya untuk merokok karena mengobati orang sakit tetapi dengan cara mengeksploitasi warganya untuk tambah sakit.

"Sama artinya pemerintah mendorong agar rakyatnya sakit, karena konsumsi rokok," ujarnya.

Kedua, Tulus khawatir langkah tersebut menimbulkan paradigma yang keliru di masyarakat bahwa merokok dianggap membantu pemerintah dan BPJS supaya tidak defisit. Padahal, argumen ini sesat pikir. "Para perokok merasa sebagai pahlawan tanpa tanda jasa," kata Tulus.

Ketiga, lanjut Tulus, kebijakan tersebut bisa berpotensi seolah-olah pemerintah berharap industri untuk menggenjot produksi rokok. Dengan kata lain, pemerintah berharap jumlah masyarakat yang sakit akibat rokok makin banyak.

"Padahal, data membuktikan bahwa salah satu jenis penyakit yang dominan diderita pesien BPJS adalah penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok.  

Oleh karena itu, agar kebijakan menyuntik BPJS dengan cukai rokok tidak menjadi kebijakan yang menyesatkan bahkan kontra produktif," kata Tulus.

Oleh karena itu, dia meminta pemerinah untuk mengerem produksi rokok skala besar. Pemerintah harus berani memoratorium produksi rokok. Bila perlu menurunkannya. Kenaikan produksi rokok sama saja menambah risiko bagi BPJS.

"Financial bleeding akan terus terjadi pada BPJS Kesehatan, jika konsumsi rokok masih menggurita," ucapnya.

Tulus juga mendesak pemerintah untuk menaikkan cukai rokok secara signifikan. Ruang untuk menaikkan cukai rokok masih terbuka lebar, hingga mencapai 57 persen. Sementara cukai rokok saat ini baru mencapai rata-rata 40-an persen.

"Dengan menaikkan cukai rokok akan menaikkan pendapatan pemerintah, di satu sisi dan di sisi lain akan menurunkan jumlah perokok. Berapapun harga rokok akan dicari masyarakat, karena efek adiksi dari nikotin yang ada pada rokok," ucap Tulus.

Editor: Rahmat Fiansyah

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut