Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Happy Salma Pilih Tidak Operasi Plastik, Bangga Cantik Alami
Advertisement . Scroll to see content

Mengenang Penyair Amir Hamzah lewat Teater Nyanyi Sunyi Revolusi

Senin, 04 Februari 2019 - 19:19:00 WIB
Mengenang Penyair Amir Hamzah lewat Teater Nyanyi Sunyi Revolusi
Sultan Langkat berpidato usai pementasan teater Nyanyi Sunyi Revolusi di Gedung Kesenian Jakarta, 2 Februari 2019. (Foto; iNews.id/Ramdan Malik)
Advertisement . Scroll to see content

Drama tragis itu dihidupkan dua bintang film kondang, aktor Lukman Sardi sebagai Amir Hamzah dan aktris Prisia Nasution sebagai Tengku Tahura. Sedangkan Sri Qadariatin dari Teater Garasi, Yogyakarta, memerankan Ilik Sundari. Sementara Desi Susanti dari Teater Satu, Lampung, memerankan Tengku Kamaliah. 

Selain tujuh aktor lain dari Teater Satu, Lampung, sutradara Nyanyi Sunyi Revolusi juga berasal dari kelompok teater yang sama, Iswadi Pratama. Bahkan, dia ikut memerankan seorang lelaki tua yang membersihkan makam Amir dengan akting yang luar biasa walau hanya sejenak tampil, dalam adegan terakhir ketika Tengku Tahura akan menziarahi ayahnya.

Uniknya usai pementasan di Gedung Kesenian Jakarta, Sabtu 2 Februari 2019, Sultan Langkat sekarang sempat berpidato. Cucu Amir Hamzah, Tengku Rina Usman, bahkan membacakan puisi kakeknya yang mungkin paling terkenal, Pada-Mu Jua.

“Pantang mendendam, pantang membenci. Maafkanlah, cintailah!” ucap Tengku Rina membacakan pesan Amir kepada putrinya, Tengku Tahura, sebelum maut menjemputnya. Seruan yang disuarakan Prisia Nasution dalam adegan penutup pentas teater tersebut relevan sekali dengan zaman ini.

Ahda Imran, sastrawan Bandung yang menulis skenario Nyanyi Sunyi Revolusi, bercerita panjang tentang kerja produksi teater yang memakan waktu selama dua tahun ini. 

“Menulis kisah Amir sebagai teks lakon demi membawanya ke pentas teater, juga kerja menafsir sekalian peristiwa di dalamnya demi menghadapkannya dalam realitas kekinian. Realitas yang sedang dipenuhi oleh para pemuja, serta pembenci. Ketika perbedaan mudah sekali menerbitkan kebencian, ketika berkesumat jauh lebih mudah ketimbang mencintai dan menyayangi,” tuturnya.

Dia kembali mengatakan, “Lewat tokoh Amir Hamzah, Tengku Kamaliah, Tengku Tahura, serta Ilik Sundari, cinta dan keikhlasan itu hadir dan dipertaruhkan, walaupun mereka harus membayarkannya dengan duka, rasa kehilangan, bahkan kematian. Di tengah suasana yang mudah sekali membuat setiap orang menjadi pembenci, cinta dan keikhlasan pada akhirnya memang selalu menjadi sebuah nyanyi sunyi.”

Editor: Tuty Ocktaviany

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut