Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Ada CKG di Panti Sosial, Ini Penyakit yang Banyak Dikeluhkan Lansia
Advertisement . Scroll to see content

FKUI Nilai Kualitas Pelayanan Kesehatan Menurun, Kemenkes Bilang Ini!

Jumat, 16 Mei 2025 - 23:03:00 WIB
FKUI Nilai Kualitas Pelayanan Kesehatan Menurun, Kemenkes Bilang Ini!
Kemenkes merespons kritikan ratusan guru besar FKUI. (Foto: Danandaya Arya Putra, Freepik)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Sebanyak 158 guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) satu suara menilai terjadinya penurunan kualitas pendidikan kedokteran di negara ini, termasuk penurunan di pelayanan kesehatan.

Menyikapi kritikan tersebut, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman menyampaikan bahwa Kementerian Kesehatan menegaskan bahwa setiap kebijakan pemerintah diterapkan untuk kepentingan masyarakat, bukan individu perseorangan.

"Perspektif dan kebijakan Kemenkes senantiasa berpijak pada kepentingan masyarakat luas, bukan kepentingan individu maupun organisasi tertentu," kata Aji dalam keterangan tertulis yang diterima iNews.id, Jumat (16/5/2025).

Selain itu, Aji juga menekankan bahwa Kemenkes dalam berbagai proses penyusunan kebijakan dan pelaksanaan program kesehatan banyak melibatkan dokter-dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).

"Termasuk beberapa ketua kolegium yang juga merupakan alumni FKUI yang aktif berdiskusi dengan Kemenkes," tambah Aji.

Dalam pernyataannya, Kemenkes menyadari betul bahwa reformasi sistem kesehatan yang tengah berlangsung sejak diterbitkannya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, dapat menimbulkan perdebatan maupun kesalahpahaman. Karena itu, Kemenkes terus membuka ruang dialog dan memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak demi mewujudkan sistem kesehatan yang lebih baik.

"Reformasi ini bertujuan untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan kesehatan di seluruh pelosok Indonesia," kata Aji.

Kemenkes Bahas Problematika Kolegium

Terkait posisi kolegium, saat ini, sambung Aji, justru lebih independen dibandingkan sebelumnya. Sebelum UU 17/2023 tentang Kesehatan, kolegium berada di bawah organisasi profesi. Kini, kolegium menjadi alat kelengkapan Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

"Dengan demikian, kolegium tidak berada di bawah Kemenkes," terangnya.

Kemudian, proses pemilihan anggota kolegium yang ditetapkan pada Oktober 2024 dilakukan secara transparan melalui pemilihan langsung oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan.

Dengan kata lain, Kemenkes tidak pernah bermaksud menimbulkan kesan negatif terhadap profesi dokter maupun tenaga kesehatan lainnya.

"Penjelasan yang disampaikan selama ini bertujuan untuk mengungkapkan fakta di lapangan, khususnya terkait proses pendidikan dokter spesialis, demi melindungi peserta didik dari praktik perundungan atau kekerasan yang tidak sejalan dengan semangat profesionalisme," papar Aji.

"Seluruh langkah yang diambil Kemenkes merupakan bagian dari upaya mengatasi tantangan mendasar dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, mulai dari akses, kualitas layanan, hingga pemerataan sumber daya manusia kesehatan yang masih perlu ditingkatkan," tambahnya.

6 Alasan Guru Besar FKUI Nyatakan Sikap atas Keprihatinan Kondisi Kesehatan Indonesia

Sebelumnya, ratusan guru besar FKUI menyampaikan keprihatinan mendalam atas kebijakan kesehatan dan pendidikan kedokteran dari Kementerian Kesehatan belakang ini.

Guru besar FKUI memandang kebijakan yang dikeluarkan berpotensi menurunkan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis.

Ketua Dewan Guru Besar FKUI, Siti Setiati, mengungkapkan ketika pandemi Covid-19, ribuan dokter telah bekerja keras menyelamatkan jutaan nyawa. Ketika itu pihaknya juga aktif memberikan masukan berbasis bukti dan edukasi publik sebagai jembatan antara ilmu dan kebijakan.

"Namun, kini kami prihatin karena kebijakan kesehatan nasional saat ini menjauh dari semangat kolaboratif tersebut. Alih-alih memperkuat mutu layanan dan pendidikan, kebijakan yang muncul justru berisiko menurunkan kualitas pendidikan dokter dan dokter spesialis, yang pada akhirnya akan menurunkan mutu pelayanan kesehatan untuk masyarakat," ujar Siti, dalam konferensi pers di Gedung FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (16/5/2025).

Dia menegaskan kalau pendidikan dokter bukanlah sebuah proses sederhana, namun merupakan perjalanan akademik panjang yang hanya dapat terwujud melalui rumah sakit pendidikan yang mengintegrasikan pelayanan, pengajaran, dan penelitian sesuai standar global.

Adapun terdapat enam poin alasan pernyataan sikap guru besar FKUI atas keprihatinan saat ini, antara lain:

1. Pendidikan dokter dan dokter spesialis tidak dapat disederhanakan

Menjadi seorang dokter bukan sekadar menjalani pelatihan teknis, melainkan melalui proses pendidikan akademik yang panjang, ketat, bertahap sesuai filsafat kedokteran yang mendasari layanan kesehatan oleh seorang dokter. Pendidikan terbaik dilakukan di fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan yang menjalankan pelayanan dan penelitian sesuai standar global.

2. Penyelenggaraan pendidikan dokter di luar sistem universitas memerlukan kerja sama erat dengan fakultas kedokteran

Tanpa sinergi yang baik, kebijakan ini akan menimbulkan ketimpangan kualitas antar dokter, meningkatkan risiko kesalahan dalam pelayanan medis, dan pada akhirnya merugikan pasien dan masyarakat luas.

3. Pemisahan fungsi akademik dari rumah sakit pendidikan mengancam ekosistem pendidikan kedokteran

Selama ini, dosen yang juga berpraktik sebagai dokter di rumah sakit pendidikan menjalankan peran layanan, pengajaran, dan riset secara terpadu. Pemisahan peran ini akan merusak sistem yang sudah berjalan dengan baik dan menurunkan kualitas pembelajaran bagi mahasiswa kedokteran dan dokter muda.

4. Pelayanan kesehatan yang baik hanya dapat diberikan oleh tenaga medis yang dididik dengan standar tinggi

Apabila mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis diturunkan, maka kualitas pelayanan kesehatan akan ikut menurun. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya angka kematian ibu dan bayi, prevalensi stunting, kasus TB, serta penyakit tidak menular. Pada akhirnya, rakyatlah yang akan menanggung akibatnya.

5. Koordinasi restrukturisasi dengan institusi pendidikan setelah penetapan RS Pendidikan Utama

Ketika RS Vertikal sudah ditetapkan sebagai RS Pendidikan Utama oleh Kemenkes, maka perubahan struktur termasuk pembentukan Departemen dan mutasi staf medis yang ada harus dikoordinasikan dengan pimpinan institusi pendidikan.

6. Kolegium kedokteran harus dijaga independensinya untuk melindungi mutu dan kompetensi profesi

Kolegium sebagai lembaga profesi bertanggung jawab menjaga standar kompetensi dan mutu pendidikan dokter dan dokter spesialis di Indonesia. Kolegium harus tetap mandiri dan bebas dari intervensi kebijakan yang tidak berbasis akademik maupun kepentingan jangka pendek. Jika peran kolegium dilemahkan, maka akan terjadi degradasi kualitas tenaga medis dan hilangnya kepercayaan publik terhadap profesi kedokteran di negeri sendiri.

Editor: Muhammad Sukardi

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut