Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Cuaca Panas Ekstrem Jadi Ancaman Serius untuk Anak-Anak, Dehidrasi hingga DBD!
Advertisement . Scroll to see content

Gizi Buruk Tingkatkan Risiko Anak Meninggal karena Covid-19

Minggu, 14 Juni 2020 - 21:52:00 WIB
Gizi Buruk Tingkatkan Risiko Anak Meninggal karena Covid-19
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta tidak mengabaikan masalah gizi anak di tengah Covid-19. (Foto: Antara)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Tingginya angka kematian anak yang terpapar virus corona (Covid-19) diduga karena faktor penyerta termasuk status gizi anak Indonesia yang buruk. Atas dasar itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta tidak mengabaikan masalah gizi anak.

Berdasarkan data Kemenkes, hingga akhir bulan Mei lalu terdapat 1.851 kasus Covid-19 pada anak berusia kurang dari 18 tahun. Dari jumlah itu, terdapat 29 kasus kematian akibat corona pada anak yang dilaporkan.

“Para pejabat yang menangani masalah gizi anak di Indonesia harus ikut bertanggung jawab terhadap tingginya angka kematian anak akibat Covid-19 karena masalah gizi buruk anak Indonesia dianggap menjadi salah satu faktor penyerta yang meningkatkan risiko kematian ini,” ujar pengamat kebijakan publik Agus Pambagio di Jakarta, Minggu (14/6/2020).

"Pejabat pejabat di Kementerian Kesehatan yang manangani gizi anak tidak boleh bersikap santai dan harus memiliki ‘sense of crisis’ karena jika tidak maka akan banyak lagi anak-anak yang berisiko meninggal ketika terpapar Covid-19," kata Agus.

Juru bicara pemerintah bidang kesehatan untuk COVId-19, Achmad Yurianto mengatakan tingginya angka kematian anak akibat virus corona disebabkan faktor-faktor yang mendasarinya, khususnya kekurangan gizi, anemia dan fasilitas kesehatan anak yang tidak memadai. “Covid-19 membuktikan bahwa kita harus berjuang melawan malnutrisi,” ujar Yurianto.

"Anak-anak Indonesia terperangkap dalam lingkaran setan siklus kekurangan gizi dan anemia yang meningkatkan kerentanan mereka terhadap virus corona," kata pria yang akrab disapa dr Yuri itu.

Agus menambahkan, dengan berhentinya aktivitas Posyandu karena pandemi Covid-19, maka pemantauan gizi anak terganggu, dan sebagai otoritas kesehatan di Indonesia, Kemenkes harus membuat terobosan. “Tidak cukup pantauan dilakukan melalui WhatsApp group seperti yang dilakukan saat ini oleh otoritas kesehatan,” ujarnya.

Pengamat dan aktivis kesehatan DR Dr Tubagus Rachmat Sentika, SpA, MARS, mengapresiasi tekad pemerintah dalam menurunkan angka stunting yang menjadi salah satu indikator masalah gizi anak Indonesia. Namun, Rachmat mengkritisi kurangnya infrastruktur regulasi di Kementerian Kesehatan dalam penanganan masalah stunting secara menyeluruh.

Meskipun Kemenkes telah menerbitkan aturan tentang Tata Laksana Gangguan Gizi Akibat Penyakit melalui Permenkes 29 tahun 2019, namun implementasinya masih belum berjalan dengan baik.

“Aturan tersebut jelas sekali menyebutkan bahwa penanganan stunting harus dilakukan melalui survailans dan penemuan kasus oleh Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan selanjutnya bila ditemukan gangguan gizi baik gizi buruk, gizi kurang, kurus, alergi atau masalah medis lainnya harus diberikan Pangan Khusus Medis khusus (PKMK),” kata Deputi Menko PMK periode 2014-2016 itu.

Rachmat menyampaikan kekhawatirannya anak penderita stunting yang sekarang berjumlah 8 juta bisa makin bertambah jumlahnya karena ada anak gizi buruk, gizi kurang, dan gagal tumbuh yang terhambat dalam mendapatkan PKMK sesuai dengan Permenkes 29/2019 karena beberapa hal. Pertama, kurangnya persamaan persepsi antar pemangku kepentingan. Kedua, tata laksana ini belum diaplikasikan oleh pemerintah pusat dan daerah. Ketiga, sumber daya yang terbatas karena dilakukan pergeseran fokus (refocusing).

“Kemenkes harus memastikan lokasi keberadaan anak dengan gizi buruk dan kurang akibat penyakit, memastikan ketersediaan PKMK, serta semua petugas kesehatan memahami sinergitas antara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP), serta sistem rujukan terintegrasi dan dari sisi pembiayaannya,” ujar Rachmat.

Penelitian intervensi yang dilakukan oleh Profesor Damayanti dari RSCM di Kabupaten pandeglang pada 2018 menunjukkan anak-anak dengan gizi buruk atau kurang naik secara signifikan setelah diberikan PKMK dalam dua bulan. PKMK yang diberikan berupa minuman dengan kalori 100 dan 150. Nutrisinya berisi elementeri diet berupa asam amino, glukosa, asam lemak dan mikronutrien yang secara evidence base sangat cocok untuk anak-anak di bawah dua tahun yang mengalami gangguan gizi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkali-kali mengingatkan seluruh jajaran menteri untuk tidak melupakan ancaman stunting dan penyakit lainnya yang juga mewabah di tengah masyarakat meski pemerintah masih fokus menangani pandemi Covid-19. Hal itu ditegaskan Presiden Jokowi dalam Ratas Evaluasi Proyek Startegis Nasional untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Dampak Covid-19.

“Semua harus berjalan seimbang demi kepentingan bangsa. Ini artinya kita harus fokus menangani dan mengendalikan Covid, tapi agenda-agenda strategis yang berdampak besar bagi kehidupan rakyat juga tidak boleh lupakan,” katanya.

Editor: Dani M Dahwilani

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut