Mengenal dan Mewaspadai Penyakit Jantung Koroner di Masa Pandemi Covid-19
JAKARTA, iNews.id - Selama masa pandemi, penyakit menular perlu diwaspadai. Salah satunya dengan menjaga kondisi tubuh agar selalu sehat dan menghindari penularan virus.
Namun, bukan berarti mengabaikan penyakit lain yang tidak menular, seperti penyakit jantung. Mengacu Data Kementerian Kesehatan, angka prevalensi kasus Penyakit Tidak Menular (PTM) selama 2013-2018 meningkat sampai 34 persen di Indonesia.
Sejak 2015, data tersebut menunjukkan, empat penyakit teratas penyebab kecacatan, kesakitan dan kematian adalah stroke, penyakit jantung iskemik, kanker dan diabetes mellitus (DM).
Dokter spesialis jantung Siloam Hospitals Sriwijaya, Arief Aji Subakti SpJP FIHA Cardiologist mengatakan, penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kondisi ketika pembuluh darah jantung (arteri koroner) tersumbat oleh timbunan lemak.
"Lemak semakin bertumpuk, arteri akan semakin menyempit. Efeknya membuat aliran darah ke jantung berkurang," tutur, Arief Aji Subakti melalui keterangan virtual dalam acara Webinar Health Talk tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung koroner, di Palembang, Sabtu (6/2/2021).
Lebih lanjut dr. Arief menjelaskan, seiring berkurangnya aliran darah ke jantung, akan memicu gejala PJK, seperti nyeri dada, dan sesak napas. "Bila kondisi tersebut tidak segera ditangani, arteri akan tersumbat sepenuhnya sehingga memicu serangan jantung," kata dr Arief.
Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada 2015, tercatat lebih dari 7 juta orang meninggal karena penyakit ini. Sedangkan di Indonesia, lebih dari 2 juta orang terkena penyakit jantung koroner pada 2013.
Dr Arief menjelaskan, adapun tanda-tanda PJK yakni sering merasa capek atau kelelahan tanpa sebab, mudah merasa goyah atau pusing saat berdiri atau melakukan aktivitas seperti biasa. Lalu nyeri dada (angina). Selain pada dada, rasa nyerinya juga bisa menjalar ke bahu, lengan, leher, rahang atau punggung dan keringat dingin dan mual.
"Dalam melakukan pencegahan, perlu diketahui sejumlah faktor risiko yang memicu terjadinya serangan jantung. Satu, faktor risiko yang tidak dapat dicegah yakni usia lanjut, pria lebih memiliki risiko terkena jantung koroner daripada wanita dan riwayat keluarga," katanya.
Kedua faktor risiko yang dapat dicegah, yakni merokok karena nikotin dapat menyebabkan penyempitan arteri, sementara karbon monoksida menyebabkan kerusakan pembuluh. Lalu obesitas, memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kolesterol, dan gula darah yang tinggi. dan memiliki trauma mental atau stres psikologis berat dalam jangka waktu panjang.
Penyakit jantung koroner dapat didiagnosa melalui beberapa metode, Ekokardiogram (Echo), USG jantung, fungsinya dapat melihat kekuatan pompa jantung apakah akan menurun, akibat kerusakan otot jantung. Stress Test (TMT), akan dilakukan treadmill untuk mendeteksi kinerja dan kemampuan jantung. Selain itu, Katerisasi Jantung (Cath), diteropong pembuluh darahnya apakah masih bisa diberikan obat atau harus dibuka dengan dipasang kateter agar aliran yang tersumbat dapat terbuka.
"Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan dilakukan pemasangan stent untuk memperlebar arteri koroner yang menyempit. Juga bisa dilakukan bedah koroner seperti operasi bypass jantung yang merupakan pengobatan paling umum untuk penyakit jantung koroner. Dokter juga dapat melakukan angioplasty jika diperlukan," ujar Arief.
Cegah Jantung Koroner
Pola makan sehat yakni cukupi asupan dengan kandungan karbohidrat kompleks yang baik untuk kesehatan tubuh seperti nasi, pasta, roti, kacang-kacangan,apel, wortel, dan pisang.
Sumber makanan yang mengandung protein antara lain telur, daging tanpa lemak, susu,oatmeal, brokoli, dan beberapa makanan laut seperti ikan dan udang.
Hindari mengonsumsi makanan seperti daging olahan (hotdog, sosis, daging asap), kopi yang dicampur gula, margarin, makanan kaleng, dan camilan kemasan. Mengapa? Karena makanan tersebut dapat menyebabkan risiko penyakit kanker, diabetes, dan ginjal. Juga batasi berbagai makanan cepat saji.
Lalu berhenti merokok, hindari stres, kontrol hipertensi, kolesterol, dan gula darah tinggi. Lakukan kontrol hipertensi, kolesterol, dan gula darah dengan melakukan medical check up (MCU) secara berkala.
Dia menjelaskan, mencegah obesitas dengan melakukan pola makan sehat dan cukupi asupan kandungan karbohidrat, protein, dan serat yang berimbang.
Olahraga Teratur, kenali status kesehatan sebelum memulai olahraga, sesuaikan kemampuan dan jangan memaksakan diri. Pilih olahraga yang bersifat aerobik dan lakukan dengan durasi 30 menit sebanyak 3-5 hari dalam seminggu.
"Lakukan olahraga ringan dan santai seperti berlari/jalan santai atau joging selama diukur sesuai kemampuan dan jangan memaksakan jantung bekerja terlalu berat. Usia muda bukan jaminan kita dapat hidup sehat. Lakukan pola hidup sehat dengan rajin berolahraga secara rutin dan jaga asupan gizi yang berimbang," tutur dr Arief.
Editor: Vien Dimyati