Cara Membayar Sholat dan Puasa Orang Meninggal
“Sesungguhnya tujuan dari ibadah adalah ketundukan kepada Allah, menghinakan diri dihadapan-Nya, tunduk taat pada hukum-Nya, serta memenuhi hati dengan zikir kepada-Nya, hingga seorang hamba dapat merasakan kehadiran dan pengawasan Allah dengan hati dan anggota badannya serta tidak lalai dari-Nya".
Dan selalu berusaha mengharapkan keridhoannya serta mendekatkan dirinya kepada Allah sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan an niyabah (mewakilkan ibadah kepadaorang lain) menafikan tujuan ini bahkan bertentangan dengannya…” (lihat juga: Fath Al Qadir 2/359, 360, Al Majmu’ 6/372, Nihayah Al Muhtaj 2/187, Al Muntaqa 2/63, Bidayah Al Mujtahid 1/320, I’lam Al Muwaqqi’in 4/390).
Namun kalangan Al Hanafiyyah berpendapat jika sang mayit yang memiliki kewajiban mengqadha’ shalat sebelum meninggalnya berwasiat kepada wali atau ahli warisnya untuk mengqadha’ shalatnya dengan kaffarat maka wajib bagi mereka untuk melaksanakan wasiat tersebut berupa ½ sho’/2 mud/12 ons dari makanan pokok atas setiap shalat yang ditinggalkan.
Adapun kaffarat itu hanya bisa diambil dari 1/3 harta yang ditinggalkannya sebagaimana ketentuan hukum wasiat yang hanya dibolehkan berwasiat maksimal 1/3 hartanya. Akan tetapi jika sang mayit tidak pernah berwasiat untuk melakukan itu maka gugurlah kewajiban shalat tersebut karena sebuah uzur (kematian). (Radd Al Mukhtar 1/237).
Sedangan sebagian kalangan Syafi’iyyah –pendapat yang tidak masyhur dalam mazhab– berpendapat bahwa wali mayit hendaknya memberikan fidyah atas setiap shalat yang ditinggalkan sebanyak satu mud/6 ons dari makanan pokok. (Nihayah al Muhtaj wa Hasyiah Asy Syibramalisi ‘alaihi 3/188).
Sedangkan kalangan Al Hanabilah membedakan antara shalat fardhu dan shalat nadzar. Untuk shalat fardhu mereka berpendapat bahwa tidak dibolehkan an niyabah/mewakilkan shalat wajib atas mayit sebab shalat wajib tidak dapat diwakilkan semasa hidupnya demikian pula setelah ia meninggal.
Adapun jika shalat nadzar, maka jika ia tidak mampu melakukannya karena sebuah udzur lalu meninggal maka tidak perlu dibayar oleh ahli warisnya sedangkan jika pada asalnya ia mampu melakukan namun belum dilakukan hingga meninggal maka disunnahkan bagi ahli warisnya untuk membayar nazarnya. Dan diperbolehkan pula bagi selain wali mayit membayar nadzarnya dengan izin atapun tanpa izin dari mayit semasa hidupnya. (Syarh Muntaha Al Iradat 1/121, 417, 418, 457, 458, Al Mughni 9/31).