Cara Mengganti Puasa karena Bersetubuh di Siang Hari, Harus Dibayar dengan 3 Cara Ini
JAKARTA, iNews.id - Cara mengganti puasa karena bersetubuh atau jima ketika bulan Ramadhan penting untuk diketahui. Muslimin yang menjalankan puasa mungkin pernah di bulan Ramadhan mungkin pernah khilaf melakukan hubungan suami istri di siang hari.
Padahal, makna puasa adalah menahan diri dari hawa nafsu termasuk syahwat meskipun dengan suami atau istri sendiri. Selain makan dan minum, bersetubuh juga menjadi salah satu hal yang membatalkan puasa.
Jika puasa batal karena sengaja makan dan minum, maka puasa tersebut harus diganti atau diqadha di luar Ramadhan. Namun jika puasa tersebut batal karena bersetubuh, ada ketentuan lebih yang perlu dilakukan.
Selain melakukan qadha, terdapat kewajiban tambahan untuk mengganti puasa yang batal karena berhubungan intim. Melansir dari kanal Muslim, mereka yang batal puasa karena bersetubuh diwajibkan membayar kafarat dengan berpuasa 2 bulan berturut-turut.
Jika tidak kuat, kewajiban tersebut bisa diganti dengan cara memerdekakan hamba sahaya atau memberikan makan kepada 60 orang miskin.
Muhammad Al Hishni dalam Kifayatul Akhyar berkata, “Siapa yang merusak puasa Ramadhannya dengan jima’ (hubungan seks), maka dicatat baginya dosa.” Sedangkan bagi orang yang melakukan hubungan intim tersebut dalam keadaan lupa, puasanya tidak batal. Pendapat tersebut dianut dalam madzhab Syafi’i.
Adapun orang yang melakukan hubungan intim tersebut di siang hari Ramadhan, maka ia punya kewajiban menunaikan kafarat. Berbeda halnya dengan seseorang yang makan dan minum di siang hari Ramadhan, tidak ada kafarat dalam hal itu.
Bagi orang yang ada keringanan tidak puasa, seperti seorang musafir, maka ia tidak mendapatkan dosa ketika ia niatkan untuk mengambil keringanan (rukhsah) dengan melakukan hubungan intim di siang hari. Demikian keterangan dalam Kifayatul Akhyar.
Adapun dalil tentang hukuman bagi orang yang melakukan bersetubuh pada siang hari bulan Ramadhan dan saat puasa disebutkan dalam hadits Abu Hurairah berikut:
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوسٌ عِنْدَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – إِذْ جَاءَهُ رَجُلٌ ، فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكْتُ . قَالَ « مَا لَكَ » . قَالَ وَقَعْتُ عَلَى امْرَأَتِى وَأَنَا صَائِمٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا » . قَالَ لاَ . قَالَ « فَهَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تَصُومَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ » . قَالَ لاَ . فَقَالَ « فَهَلْ تَجِدُ إِطْعَامَ سِتِّينَ مِسْكِينًا » . قَالَ لاَ . قَالَ فَمَكَثَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – ، فَبَيْنَا نَحْنُ عَلَى ذَلِكَ أُتِىَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِعَرَقٍ فِيهَا تَمْرٌ – وَالْعَرَقُ الْمِكْتَلُ – قَالَ « أَيْنَ السَّائِلُ » . فَقَالَ أَنَا . قَالَ « خُذْهَا فَتَصَدَّقْ بِهِ » . فَقَالَ الرَّجُلُ أَعَلَى أَفْقَرَ مِنِّى يَا رَسُولَ اللَّهِ فَوَاللَّهِ مَا بَيْنَ لاَبَتَيْهَا – يُرِيدُ الْحَرَّتَيْنِ – أَهْلُ بَيْتٍ أَفْقَرُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِى ، فَضَحِكَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – حَتَّى بَدَتْ أَنْيَابُهُ ثُمَّ قَالَ « أَطْعِمْهُ أَهْلَكَ »
“Suatu hari kami pernah duduk-duduk di dekat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian datanglah seorang pria menghadap beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”.
Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?”
Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Ambillah dan bersedekahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu tertawa sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” (HR. Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111).
Terkait hadits di atas, ulama Syafi’iyah dan Imam Ahmad menjelaskan bahwa kafarat hanya wajib dibayar oleh suami atau pihak laki-laki saja.
1. Membebaskan seorang budak mukmin yang bebas dari cacat.
2. Jika tidak mampu, berpuasa dua bulan berturut-turut.