Kemenag Perkuat Ekoteologi sebagai Gerakan Nasional Pendidikan Ramah Iklim
JAKARTA, iNews.id - Kementerian Agama menegaskan komitmennya untuk memperkuat implementasi ekoteologi sebagai gerakan nasional dalam pendidikan.
Penegasan ini disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Agama, Kamaruddin Amin, saat membuka International Conference on Moral Teachers yang menjadi bagian dari rangkaian peringatan Hari Guru Nasional.
Konferensi ini juga menjadi lanjutan dari agenda internasional bertema “Caring for the Universe with Love” yang sebelumnya digelar untuk memperkuat gerakan pendidikan ramah iklim di lingkungan Kemenag.
Sekjen menekankan bahwa ekoteologi kini berada pada fase implementasi, bukan sekadar wacana. Ia menyampaikan bahwa pembahasan teoretis mengenai hubungan spiritual manusia dan alam sudah cukup panjang, dan saat ini Kemenag bergerak menuju langkah teknis yang terukur.
“Konsep ekoteologi telah lama dibahas. Yang kini jauh lebih penting adalah bagaimana memastikan langkah-langkah teknis dan terukur agar konsep ini benar-benar terimplementasi dan berdampak pada lingkungan,” katanya di Jakarta pada Selasa (2/12/2025).
Kamaruddin menyebut Kemenag memiliki potensi sosial yang sangat besar untuk menggerakkan perubahan ekologis. Dengan lebih dari satu juta guru, sepuluh juta siswa madrasah, serta 1,5 juta peristiwa nikah setiap tahun, Kemenag memegang kekuatan transformasi yang tidak dimiliki institusi lain.
“Jika setiap guru menanam satu pohon, kita bisa menanam minimal satu juta pohon setahun. Jika setiap calon pengantin menanam satu pohon, kita menambah 1,5 juta pohon lagi. Potensinya sangat besar,” ujarnya.
Dia juga menggarisbawahi peran guru sebagai aktor utama dalam membentuk karakter ekologis peserta didik. Menurutnya, teladan dari Jepang dan Finlandia yang menempatkan cinta lingkungan sebagai bagian dari pendidikan moral dapat menjadi inspirasi.
“Mengajar dengan cinta, membentuk kepedulian sejak dini, dan menciptakan budaya merawat lingkungan adalah tugas strategis para guru,” kata Kamaruddin.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno menegaskan, ekoteologi merupakan amanat prioritas yang sejak awal dikemukakan Menteri Agama.
Dia menilai bahwa tingkat kerusakan alam yang terus meningkat mengharuskan adanya penyesuaian dalam tujuan syariah. “Sudah saatnya menjaga lingkungan—hifdzul biah—menjadi bagian dari maqashid syariah, karena kerusakan ekologis telah memasuki fase darurat,” ungkapnya.
Amien menjelaskan bahwa implementasi ekoteologi bukan lagi sebuah gagasan abstrak. Di berbagai lembaga pendidikan Kemenag, program-program ramah lingkungan sudah berjalan secara nyata, mulai dari Adiwiyata, pengelolaan sampah berbasis recycling, program konservasi energi, hingga pengembangan green campus. “Ini bukti bahwa Kemenag tidak berhenti pada konsep. Kita sudah bergerak, dan akan terus memperluas praktik baik ini,” ujarnya.
Konferensi internasional ini turut menghadirkan narasumber dari berbagai negara yang memberikan pandangan strategis mengenai pendidikan ramah lingkungan. Mereka menekankan pentingnya kolaborasi global dan lokal, penguatan literasi ekologis, serta pembiasaan praktik perawatan bumi dalam keseharian sekolah dan madrasah. Pandangan-pandangan tersebut memperkaya wawasan peserta sekaligus memperkuat kesadaran bahwa tantangan ekologis membutuhkan respons terpadu dari seluruh ekosistem pendidikan.