Khutbah Jum'at tentang Menjaga Lisan agar Terhindar dari Dosa Besar
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Oleh karena itulah, mari kita jaga lidah kita. Jangan sampai menjadi sumber bencana bagi diri kita sendiri maupun orang lain. Lidah bisa menjadi bencana bagi diri sendiri, karena jika tidak hati-hati, ucapan-ucapan yang haram dan mengandung dosa akan meluncur dari lidah kita.
Imam al-Ghazali menuturkan: “Lidah adalah nikmat yang agung. Bentuknya kecil. Tapi akibat yang ditimbulkannya bisa sangat besar.” Hadirin. Dengan sebab lidah, seorang anak bisa bertengkar dengan kedua orang tuanya. Dengan sebab lidah, bisa terjadi perceraian antara suami istri.
Dengan sebab lidah, kerusuhan dan huru-hara dapat meletus di mana-mana dan meluas ke mana-mana. Dengan sebab lidah, seseorang bisa membunuh teman atau tetangganya. Dengan sebab lidah, bisa saja terjadi kekacauan yang memporak-porandakan seluruh penjuru negeri. Dan dengan sebab lidah, bisa jadi kita kehilangan sesuatu yang sangat berharga bagi keutuhan sebuah negara, yaitu persatuan dan kesatuan.
Sangat benar apa yang disabdakan Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ)
Maknanya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam” (Muttafaqun alaih)
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Suatu ketika, sahabat Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu mendaki gunung Shafa. Setelah tiba di puncaknya, beliau memegang lidahnya sembari berucap: “Wahai lidah, ucapkanlah perkataan yang baik niscaya engkau beruntung. Diamlah dari perkataan yang buruk niscaya engkau selamat. Lakukanlah itu sebelum engkau menyesal. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثَـرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ مِنْ لِسَانِهِ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Maknanya: “Sebagian besar dosa dan kesalahan manusia itu bersumber dari lidahnya” (HR ath-Thabarani)
Sahabat Nabi yang lain, Muadz bin Jabal radhiyallahu anhu suatu ketika bertanya kepada Baginda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam: “Apakah kita akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita bicarakan?” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam lalu bertanya balik:
وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِيْ النَّارِ عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ؟ (رَوَاهُ التِّـرْمِذِيُّ)
Maknanya: “Adakah sesuatu yang menjerumuskan manusia ke neraka lebih banyak daripada perkataan yang diucapkan lidah-lidah mereka?” (HR at-Tirmidzi)
Baginda Nabi juga menasihatkan:
إِنَّكَ لَمْ تَزَلْ سَالِمًا مَا سَكَتَّ فَإِذَا تَكَلَّمْتَ كُتِبَ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ (رَوَاهُ الطَّبَرَانِيُّ)
Maknanya: “Sesungguhnya engkau senantiasa selamat selagi diam, namun jika engkau telah berbicara, maka ucapanmu akan bermanfaat bagimu atau membahayakanmu” (HR ath-Thabarani)