JAKARTA, iNews.id- Macam-macam air untuk bersuci patut diketahui seorang muslim. Dalam praktik keagamaan dan ritual spiritual, air memiliki peran penting sebagai salah satu elemen yang digunakan untuk membersihkan diri dan menjaga kesucian.
Proses berwudhu atau mandi merupakan bagian integral dari berbagai agama dan tradisi, dan pemilihan air yang tepat menjadi aspek krusial dalam pelaksanaannya.
Jangan Sepelekan Dosa Kecil, Ngeri Akibatnya
Dilansir dari Kitab Thaharah yang dibahas pada lama Rumaysho, inilah macam-macam air untuk bersuci.
Ada tujuh jenis air yang boleh digunakan untuk bersuci:
Macam-macam air untuk bersuci
1.Air hujan
2.Air laut
3.Air sungai
4.Air sumur
5.Mata air
6.Air salju
7.Air embun
Apakah Menangis Dapat Membatalkan Wudhu? Begini Penjelasannya
Kemudian, air tersebut dapat dibagi menjadi empat kategori:
1.Air thohir muthohhir ghoiru makruh
Air yang suci dan menyucikan serta tidak dianggap makruh untuk digunakan sebagai bahan bersuci. Air ini juga dikenal sebagai air muthlaq.
2.Air thohir muthohhir makruh
Air yang suci, tetapi dianggap makruh untuk digunakan sebagai bahan bersuci. Contohnya adalah air musyammas.
Tata Cara Wudhu dan Doanya, Urut sesuai Ajaran Rasulullah
3.Air thohir ghoiru muthohhir
Air yang suci, tetapi tidak memiliki kemampuan untuk menyucikan. Ini termasuk air musta'mal (air yang telah digunakan) dan air yang tercampur dengan sesuatu yang suci.
4.Air najis
Air yang terkontaminasi dengan najis. Air ini bisa menjadi najis jika volumenya kurang dari dua qullah atau jika volumenya mencapai dua qullah dan mengalami perubahan. Air dua qullah adalah air berukuran 500 rithl Baghdad menurut pendapat yang paling benar.
Cara Wudhu yang Benar Menurut Islam, Lengkap dengan Doa dan Urutan-Urutannya
Penjelasan:
Ath-thaharah secara bahasa berarti an-nazhofah, yaitu bersih, suci.
Secara syari, thaharah berarti:
Tata Cara Wudhu Ketika Puasa, Dilarang Kumur-kumur?
رَفْعُ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَةِ نَجَسٍ أَوْ مَا فِي مَعْنَاهُمَا أَوْ عَلَى صُوْرَتِهِمَا
"Mengangkat hadas atau menghilangkan najis atau yang memiliki makna yang sama atau dalam bentuk keduanya."
Yang memiliki makna yang sama: istijmar (membersihkan dengan batu), tayamum.
Dalam bentuk keduanya: mengulangi wudhu, mandi sunnah.
Wasail thaharah:
-Air
-Debu
-Dhabigh, penyamak kulit
-Batu istinja’
Maqashid thaharah:
-Wudhu
-Mandi
-Tayamum
-Izalatun najasah (menghilangkan najis)
-Air yang boleh digunakan untuk bersuci
Air yang boleh digunakan untuk bersuci terhimpun dalam kalimat:
مَا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْنَبَعَ مِنَ الأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الخِلْقَةِ
"Segala air yang turun dari langit atau keluar dari dalam bumi dalam bentuk apa pun yang masih dalam keadaan asli." Inilah yang disebut sebagai air mutlak dalam pembahasan selanjutnya.
Macam-macam air:
Kita lihat macam-macam air yang dibagi dalam matan Taqrib.
Pertama adalah:
طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ غَيْرُ مَكْرُوْهٍ وَهُوَ الماءُ المطْلَقُ
Air yang suci untuk dirinya sendiri dan menyucikan yang lain, air ini tidak dianggap makruh untuk digunakan. Inilah yang disebut sebagai air mutlak. Air ini kita sebut dengan air, tanpa tambahan kata lain. Misalnya, air sumur tetap kita sebut dengan air, sehingga tidak ada masalah dalam menyebutkan air sumur.
Syaikh Dr. Labib Najib menjelaskan air mutlak dengan kalimat:
مَا يُسَمَّى مَاءً بِلاَ قَيْدٍ لَازِمٍ عِنْدَ العَالِمِ بِحَالِهِ مِنْ أَهْلِ العُرْفِ وَاللِّسَانِ
Air tanpa embel-embel kata menurut pengetahuan seorang alim dari mereka yang mengetahui keadaannya.
Kedua adalah:
طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوْهٌ وَهُوَ الماءُ المشَمَّسُ
Air yang suci untuk dirinya sendiri, tetapi dianggap makruh untuk menyucikan yang lain. Ini adalah air musyammas. Air ini makruh jika digunakan pada tubuh, bukan pada pakaian.
Air musyammas adalah air yang terkena sinar matahari, yaitu air yang panas karena terpapar sinar matahari. Penggunaan air ini secara syariat dimakruhkan hanya di daerah yang panas dalam wadah yang tertutup, kecuali jika wadah tersebut terbuat dari emas atau perak, mengingat kejernihan kedua logam mulia ini. Jika air tersebut menjadi dingin, maka makruhnya penggunaannya hilang.
Catatan:
Imam Nawawi rahimahullah memilih pendapat bahwa penggunaannya tidak dimakruhkan secara mutlak.
Penggunaan air yang sangat panas dan sangat dingin tetap dimakruhkan.
Dalam kitab Asna Al-Mathalib Mamzujan bi Raudh Ath-Thalib dalam Fikih Syafii disebutkan bahwa:
(ويكره) تنزيها (شديد حرارة و) شديد (برودة) لمنع كل منها الإسباغ. نعم إن فقد غيره وضاق الوقت وجب استعماله أو خاف منه ضرراً حرم، وهو واضح. انتهى
Penggunaan air yang sangat panas atau sangat dingin dimakruhkan karena keduanya menghalangi kewajiban berwudhu. Jika tidak ada pilihan lain selain keduanya dan waktu sangat terbatas, maka menjadi wajib menggunakannya. Namun, jika ada khawatir akan timbul mudarat, penggunaannya menjadi haram.
Ketiga adalah:
وَطَاهِرٌ غَيْرُ مُطَهِّرٍ ؛ وَهُوَ الماءُ المستعملُ ، والمتغيِّرُ بِما خالطهُ مِنَ الطَاهِرَاتِ ،
Air thohir ghoiru muthohhir, air yang suci tetapi tidak menyucikan, yaitu: (a) air musta’mal, dan (b) air yang berubah karena bercampur dengan sesuatu yang suci.
Air musta’mal
Penjelasan mengenai air musta’mal dari Al-Mukhtashar Al-Lathif (Al-Mukhtashar Ash-Shaghir li Al-Muqaddimah Al-Hadramiyyah) karya Syaikh 'Abdullah bin 'Abdurrahman Bafadhal.
فَإِذَا تَغَيَّرَ طَعْمُ الماءِ أَوْ لَوْنُهُ أَوْ رِيْحُهُ تَغَيُّرًا فَاحِشًا بِمُخَالَطَةِ شَيْءٍ طَاهِرٍ يَسْتَغْنِي الماءُ عَنْهُ كَالزَّعْفَرَانِ وَالأُشْنَانِ وَالجِصِّ وَالنُّورَةِ وَالكُحْلِ لَمْ تَجُزِ الطَّهَارَةُ بِهِ.
وَلاَ يَضُرُّ التَّغَيُّرُ بِالمُكْثِ وَالتُّرَابِ وَالطُّحْلُبِ وَمَا فِي مَقَرِّهِ وَمَمَرِّهِ.
وَلاَ يَضُرُّ التَّغَيُّرُ بِالمجَاوَرَةِ، كَالعُوْدِ وَالدُّهْنِ المُطَيَّبِ.
Jika rasa, warna, atau aroma air berubah secara drastis karena tercampur dengan benda suci yang mana air tidak biasa bersentuhan dengannya, seperti minyak za'faran, potas, kapur, kapur sirih, atau kohl, maka air tersebut tidak boleh digunakan untuk bersuci (tidak lagi menyucikan yang lain).
Namun, jika air berubah karena dibiarkan dalam waktu lama, tercampur dengan lumpur, lumut, atau benda-benda yang umum ditemui di tempat penampungan air dan aliran air, maka air tersebut masih boleh digunakan untuk bersuci (masih menyucikan).
Juga, air masih boleh digunakan untuk bersuci (masih menyucikan) jika air berubah sifatnya karena bersentuhan dengan benda suci yang tidak larut dalam air, seperti kayu gaharu dan minyak wangi (yang tidak larut dalam air).
Air dapat tercampur dengan:
Mukholith = larut dalam air, tidak dapat dipisahkan.
Mujaawir = tidak larut dalam air, dapat dipisahkan.
Bahasan mengenai air yang menjadi THOHIR (suci hanya secara zatnya) dapat diringkas dengan kalimat:
مَاءٌ خَالَطَهُ شَيْءٌ مِنَ الطَّاهِرَاتِ فَغَيَّرَ أَحَدَ أَوْصَافِهِ تَغَيُّرًا كَثِيْرًا
"Air yang tercampur dengan sesuatu yang suci lalu mengalami perubahan yang signifikan pada salah satu sifatnya."
Air yang tetap dalam keadaan THOHUR adalah:
-Air yang diam dalam waktu yang lama.
-Air yang berada di tempat penampungan atau jalur aliran.
-Air yang tercampur dengan benda-benda seperti daun dan lumut yang sulit dihindari.
-Air yang mengalami perubahan sedikit dengan zat yang larut dalam air dan tidak dapat dipisahkan.
-Air yang mengalami perubahan dengan zat yang dapat dipisahkan seperti kayu.
-Air yang berubah dengan tanah atau zat yang memiliki rasa asin.
(Tahqiq Ar-Raghbaat bi At-Taqsiimaat wa At-Tasyjiiroot li Tholabah Al-Fiqh Asy-Syafii, karya Syaikh Dr. Labib Najib, hlm. 9).
Keempat adalah:
وَمَاءٌ نَجِسٌ وَهُوَ الَّذِي حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ وَهُوَ دُوْنَ القُلَّتَيْنِ أَوْ كَانَ قُلَّتَيْنِ فَتَغَيَّر
Air najis, yaitu air yang terkontaminasi dengan najis dan air tersebut kurang dari dua qullah atau air tersebut sudah mencapai dua qullah lalu berubah.
Untuk memahami air dua qullah, kita lihat pembagian air dari Matan Safinah An-Naja.
المَاءُ قَلِيلٌ وَكَثِيرٌ.
فَالْقَلِيلُ: مَا دُوْنَ الْقُلَّتَيْنِ.
وَالْكَثِيرُ: قُلَّتَانِ فَأكْثَرُ.
وَالقَلِيلُ: يَتَنَجَّسُ بِوُقُوْعِ النَّجَاسَةِ فِيْهِ، وَإِن لَمْ يَتَغَيَّرْ.
وَالْمَاءُ الْكَثِيرُ: لاَ يَتَنَجَّسُ إِلاَّ إذا تَغَيَّرَ طَعْمُهُ، أَوْ لَوْنُهُ، أوْ رِيْحُهُ.
Air sedikit dan banyak. Air sedikit adalah jika kurang dari dua kulah dan air banyak adalah jika lebih dari dua kulah. Air sedikit menjadi najis jika terkena najis, meskipun tidak berubah. Sedangkan air banyak tidak menjadi najis kecuali jika mengalami perubahan rasa, warna, atau aroma.
—
Dari 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يُنَجِّسْهُ شَىْءٌ
"Jika air mencapai dua qullah, tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya." (HR. Ibnu Majah, no. 424. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini sahih).
Itulah penjelasan mengenai macam-macam air untuk bersuci. Dengan memanfaatkan air yang tepat, kita dapat menjaga kebersihan dan kesucian dalam menjalankan ibadah-ibadah kita. Wallahu wa'lam
Editor: Komaruddin Bagja
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku