Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Heboh Jasa Nikah Siri Dijual Online, MUI Tegas: Hak Anak dan Istri Bisa Hilang!
Advertisement . Scroll to see content

Nikah Siri Adalah Sah Menurut Agama, Tapi Mengapa Tidak Diakui Negara?

Selasa, 25 November 2025 - 19:14:00 WIB
Nikah Siri Adalah Sah Menurut Agama, Tapi Mengapa Tidak Diakui Negara?
Nikah Siri Adalah (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Nikah siri adalah praktik pernikahan yang hingga kini masih menjadi bahan perbincangan hangat di masyarakat Indonesia. Banyak kalangan menilai bahwa bentuk pernikahan ini memiliki dua sisi yang berbeda: sah menurut sebagian pandangan agama, tetapi belum diakui secara hukum negara.

Dalam konteks sosial dan hukum, nikah siri menjadi topik yang menarik sekaligus sensitif karena menyangkut hak-hak pasangan suami istri serta status anak yang lahir dari pernikahan tersebut.

Nikah Siri Adalah

Pengertian Nikah Siri Menurut Ulama dan Praktiknya di Indonesia

Anggota Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Syamsul Hidayat mengatakan, nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini ialah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan dihadiri oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah.

 Dalam pelaksanaannya tidak melibatkan aparat resmi pemerintah yang berada di Kantor Urusan Agama (umat Islam) atau di Kantor Catatan Sipil (non muslim).

“Istilah nikah sirri atau nikah yang dirahasiakan memang dikenal di kalangan para ulama, paling tidak sejak masa imam Malik bin Anas. Hanya saja nikah sirri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah sirri pada masa sekarang,” ujar Syamsul.

Syamsul menuturkan pada awalnya hukum Islam tidak secara konkret mengatur pencatatan perkawinan. Pada masa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam  maupun sahabat, perkawinan sah apabila telah memenuhi unsur-unsur dan syarat-syaratnya. 

Untuk diketahui warga masyarakat, pernikahan yang telah dilakukan hendaknya diumumkan kepada khalayak luas, antara lain melalui media walimatul-‘ursy.

Dalam hadis dikatakan, “Umumkanlah pernikahan dan pukullah rebana” (HR. Ibnu Majah dari ‘Aisyah). Hadis lain menyebutkan bahwa “Adakanlah walimah (perhelatan) meskipun hanya dengan memotong seekor kambing” (HR. al-Bukhari dari ‘Abdurrahman bin ‘Auf). Dua hadis ini mengindikasikan bahwa pernikahan tidak boleh dilakukan secara rahasia (sir) melainkan harus diumumkan ke khalayak ramai.

Alasan Hukum dan Sosial di Balik Pencatatan Nikah

Dalam perkembangan selanjutnya, karena perubahan dan tuntutan zaman serta pertimbangan kemaslahatan, di beberapa negara muslim telah dibuat aturan yang mengatur perkawinan dan pencatatannya, termasuk di Indonesia. 

Tujuannya adalah menciptakan ketertiban dalam pelaksanaan perkawinan serta memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang menikah. Dengan adanya catatan resmi, hak-hak seperti nafkah istri, status anak, hubungan kewarisan, dan perlindungan hukum menjadi lebih jelas.

“Kalau terjadi perselisihan di antara suami isteri, atau salah satu pihak lari dari bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh haknya masing-masing, karena dengan akta nikah suami isteri memiliki bukti otentik atas perkawinan yang terjadi antara mereka,” terang dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta ini.

Pencatatan nikah tidak hanya memudahkan penyelesaian masalah hukum, tetapi juga menjadi bentuk tanggung jawab sosial dan moral di hadapan masyarakat serta pemerintah. Tanpa pencatatan resmi, perempuan dan anak yang lahir dari nikah siri sering kali berada pada posisi rentan, baik dalam hal hak nafkah, kewarisan, maupun pengakuan status keluarga.

Manfaat dan Hikmah di Balik Kewajiban Pencatatan Nikah

Hikmah dari adanya pencatatan perkawinan ialah untuk mewujudkan ketertiban hukum sekaligus memiliki manfaat preventif. Menurut Syamsul, dengan adanya pencatatan, penyimpangan terhadap rukun dan syarat perkawinan dapat dihindari, baik dari sisi hukum agama maupun peraturan perundang-undangan.

 Selain itu, pencatatan membantu mencegah penipuan identitas, misalnya seorang laki-laki yang mengaku bujang padahal sudah memiliki istri dan anak.

“Mencatatkan perkawinan mengandung manfaat atau kemaslahatan, kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Dengan pertimbangan tersebut, maka bagi warga Muhammadiyah, wajib hukumnya mencatatkan perkawinan yang dilakukannya,” tegas Syamsul.

Pernyataan tersebut mempertegas bahwa pencatatan pernikahan bukan sekadar formalitas administratif. Lebih jauh, ia berfungsi menjaga keabsahan hubungan rumah tangga, memastikan keadilan bagi pihak yang lemah dalam pernikahan, dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

Dampak Sosial dan Hukum dari Nikah Siri

Walaupun sebagian masyarakat meyakini nikah siri sah secara agama, praktik ini sering menimbulkan masalah sosial dan hukum di kemudian hari. Contohnya, istri yang dinikahi secara siri tidak dapat mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama karena tidak memiliki bukti akta nikah. 

Begitu pula anak yang lahir dari pernikahan tersebut, sering kali menghadapi kesulitan dalam pencatatan kelahiran atau mendapatkan hak waris dari ayah biologisnya.

Dari sisi moral, nikah siri terkadang digunakan sebagai dalih untuk menghindari tanggung jawab jangka panjang. Banyak kasus di mana pernikahan siri dijadikan sarana pembenaran untuk hubungan temporer yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak. 

Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami bahwa tujuan utama pernikahan dalam Islam maupun undang-undang adalah membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah dengan dasar tanggung jawab dan keterbukaan.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut