Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid dan Mandi Junub
Dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam tentang mandi haid. Maka beliau menjelaskan tata cara bersuci dan bersabda:
بِهَا قَالَ تَطَهَّرِي بِهَا سُبْحَانَ اللهِ. قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبَّعِي بِهَا أَثَرَ الدَّمِ
“Hendaklah ia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi dan bersuci dengannya.” Wanita itu bertanya: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah, bersucilah!” Maka 'Aisyah menarik wanita itu dan berkata: “Usapkanlah pada bekas darah dengan kain atau kapas itu.” (HR. Muslim: 332)
An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): "Mayoritas ulama mengatakan bahwa 'bekas darah' yang dimaksud adalah bagian kemaluan." Beliau juga mengatakan (1/627): "Salah satu sunnah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi, lalu menuangkannya pada kapas atau kain, dan memasukkannya ke dalam kemaluannya setelah selesai mandi. Hal ini juga dianjurkan bagi wanita yang mengalami nifas karena nifas dianggap sama seperti haid." (Dikutip dari Jami' Ahkam an-Nisaa': 117, juz 1).
Syaikh Mushthafa Al-'Adawy menyatakan: "Seorang wanita wajib memastikan bahwa air mencapai akar rambutnya saat mandi setelah haid, baik dengan menguraikan rambutnya atau tidak. Jika air hanya bisa mencapai akar rambut dengan menguraikan rambutnya, maka ia harus melakukannya, bukan karena menguraikan rambut itu wajib, tetapi agar air dapat mencapai akarnya. Wallahu A'lam." (Dikutip dari Jami' Ahkam An-Nisaa', hal. 121-122, juz 1, cet. Daar As-Sunah).