Sosok-Sosok Inilah yang Hidupnya Berubah karena Buku
JAKARTA, iNews.id - Buku tak hanya menjadi jendela bagi dunia dan ilmu pengetahuan. Buku lebih dari itu, bahkan bisa mengubah hidup seseorang. Mereka yang berubah dari buku karena mau belajar dan berubah.
Salah satunya adalah Ni Wayan Srimentik asal Desa Tianyar Barat, Bali. Ni Wayan adalah seorang pengrajin asal Bali yang menjual dupa herbal berbahan kayu cendana. Itu sekarang, dulunya perempuan 34 tahun itu adalah seorang pengemis di Denpasar Bali selama bertahun-tahun.
"Waktu itu diajak teman saya untuk ikut ke Denpasar, saya diajak mengemis. Dari mengemis itu, lama- kelamaan pulang ke rumah bisa bayar utang. Saya enggak berpikir kalau pekerjaan itu dilarang, mikirnya untuk bayar utang saja," kisah Ni Wayan ditemui iNews.id dalam acara #SeribuCeritaPerpuSeru di Perpustakaan Nasional RI, Medan Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2017).
Sejak 2002 hingga 2014, dirinya menjalani pekerjaan tersebut di ibu kota provinsi. Hingga pada akhirnya, harus ditangkap Satpol PP pada 2014.
"Setelah ditangkap, saya dihentikan, jadi saya stop. Saya hancur, saya bertanya pada Tuhan, mengapa hidup saya seperti itu dan sekarang terjawab," lanjutnya.
Sekarang, sambung Ni Wayan, dirinya sudah berjualan keliling, sementara sebagian temannya di daerah tersebut membuat dupa herbal Munti Gunung.
Selain Ni Wayan dari Bali, ada pula Harratul Lisan yang masih berusia 27 tahun. Melalui buku, dirinya terinspirasi membuat usaha sablon kaus.
"Saya waktu itu berprofesi jadi guru. Baru dua hari bekerja, merasa itu bukan passion saya. Jadi, saya keluar dan mulai mencari ide membuat bisnis kaus sablon," papar Harratul dari Desa Tlogosih, Demak tersebut.
Bermodalkan jual burung seharga Rp300.000, kini Harratul telah memiliki lima orang tim untuk membuat pesanan 100 kaus per bulan.
PerpuSeru sendiri merupakan sebuah program yang mengembangkan perpustakaan umum daerah menjadi pusat belajar masyarakat berbasis teknologi informasi. Kini, ada sebanyak 586 Perpustakaan Desa dan 104 Perpustakaan Kabupaten di 18 provinsi di Indonesia.
Editor: Tuty Ocktaviany