Tak Hanya Fashion Item Baru, Masker Kain Jadi Amunisi Para Desainer saat Pandemi Covid-19
Dampak positif masker kain juga dirasakan Phillip Iswardono. Bermula dari membagikan masker kain dengan motif-motif lurik dan batik, desainer ini justru jadi kebanjiran pesanan.
ia bahkan menjual masker kain hingga Rp1 jutaan karena terbuat dari tenun langka. Berkat itu pula, dia sempat ekspor karya-karyanya ke Singapura hingga Australia. Dia juga mengalami kenaikan omzet sebesar 50 persen.
“Poin saya dalam masa pandemi ini adalah jangan gugup, bawa happy aja, karena nanti juga berakhir. Saya justru menambah tenaga baru. Kemudian efek positif lainnya adalah penenun-penenun saya bisa jalan seperti biasanya. Minimal, saya membantu mereka eksis menjalankan produk mereka, khususnya tenun dan lurik,”katanya.
Cerita sama juga diungkapkan desainer Hannie Hananto dan Riri Rengganis. Semasa pandemi ini, masker kain dengan ragam motif yang fashionable menjadi amunisi mereka dalam menghadapi pandemi Covid-19.
“Ini hal yang awalnya tidak disengaja. Kita hanya membaca apa yang lagi hype di masyarakat. Bisa dikatakan ini marketing gaya baru. Untuk ke depan, saya enggak tahu masker ini tetap ada atau enggak, tetapi tentu ada kenaikan (omzet) yang tak disangka-sangka,” ujar Hannie Hananto.
“Awalnya dari masker kain, akhirnya saya mendapatkan customer baru. (Setelah penjualan sempat lesu), bulan Mei kemarin sudah masuk lagi pesanan baju yang cukup banyak. Kemudian masker belum berhenti orderannya, saya sampai kewalahan, nambah tukang dan kerja sama dengan teman, bagi-bayi kerjaaan lah di masa pandemi ini. Jadi, dampak positif masker kain ini sebagai pancingan yang mendatangkan customer baru sebagai alat marketing,” tutur Riri Rengganis.
Editor: Tuty Ocktaviany