Dipimpin Indonesia, DK PBB Tolak Permintaan AS Berlakukan Sanksi Kembali untuk Iran
NEW YORK, iNews.id - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menolak permintaan Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran, Selasa (25/8/2020).
Dewan Keamanan PBB menyatakan tidak bisa menerima langkah kontroversial yang disebut dengan snapback tersebut. AS akan menindaklanjuti hasil pemungutan suara DK PBB untuk memicu kembali semua sanksi PBB terhadap Iran dengan menggunakan ketentuan dalam kesepakatan nuklir.
Duta Besar Indonesia untuk PBB Dian Triansyah Djani, selaku pemegang jabatan Kepresidenan Dewan Keamanan pada Agustus, menegaskan tidak dalam posisi mengambil tindakan lebih lanjut atas permintaan AS.
Triansyah menjelaskan, kurangnya konsensus di badan tertinggi PBB itu mengenai strategi AS menjadi alasan utama penolakan.
Pemerintahan Presiden Donald Trump menuding Iran telah gagal memenuhi persyaratan kesepakatan nuklir tahun 2015 dan mendesak Dewan Keamanan memberlakukan kembali sanksi.
AS tetap bersikukuh dengan hak hukumnya untuk melakukan prosedur atas isu disengketakan, meskipun negara itu sudah menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2 tahun lalu. Kesepakatan itu turut diteken oleh Inggris, Prancis, Jerman, China, Rusia, serta PBB.
Sebanyak 13 dari 15 anggota Dewan Keamanan telah menulis surat kepada kepresidenan Indonesia untuk menolak keabsahannya.
AS mengkritik keputusan Dewan Keamanan tersebut dengan menegaskan mereka punya hak.
"Kami mengingatkan anggota tentang hak kami berdasarkan Resolusi 2231 untuk memicu snapback, dan niat keras kami untuk melakukannya tanpa disertai keberanian dan kejelasan moral dari Dewan," kata duta besar AS untuk PBB, Kelly Craft.
AS sebelumnya menuding anggota Dewan Keamanan PBB berpihak kepada Iran.
Langkah snapback, yang belum pernah digunakan, dilakukan setelah AS kalah dalam pemungutan suara di Dewan Keamanan pada 14 Agustus lalu untuk memperpanjang embargo senjata terhadap Iran.
Berdasarkan kesepakatan nuklir tahun 2015, sanksi terhadap Iran dicabut dengan imbalan negara itu tidak akan mengembangkan senjata nuklir.
Editor: Anton Suhartono