Donald Trump Tertinggal dalam Polling dari Joe Biden, tapi Belum Tentu Kalah Pilpres
WASHINGTON, iNews.id - Donald Trump memang tertinggal dalam polling Pemilihan Presiden Amerika Serikat (Pilpres AS) 2020 dari pesaingnya Joe Biden, namun belum tentu kalah dalam pemilihan sesungguhnya.
Biden yang merupakan kandidat dari Partai Demokrat unggul 9 persen dari Trump dalam polling nasional berdasarkan RealClearPolitics.
Namun yang perlu diperhatikan, dalam Pilpres AS, capres memenangkan kursi Gedung Putih bukan dipilih langsung oleh rakyat, melainkan lewat Electoral College atau lembaga pemilih.
Warga datang ke tempat pemungutan untuk memilih wakil mereka di Electoral College. Electoral College lah yang kemudian memilih presiden beserta pasangannya yang sudah satu paket.
Anggota electoral college dicalonkan oleh partai politik di setiap negara bagian. Mereka umumnya pejabat partai atau berafiliasi dengan kandidat presiden. Jumlah perwakilan setiap negara bagian disesuaikan dengan populasi di wilayah tersebut. Semakin banyak populasi, suara elektoralnya lebih banyak. Total anggota Electoral College 538 orang.
Setiap anggota memiliki satu hak suara. Sementara capres harus mendapatkan suara terbanyak, yakni 270 atau lebih, untuk pemilihan.
Pada pilpres 2016, Trump juga kalah dalam polling dari pesaingnya Hillary Clinton, namun dia memang suara elektoral di banyak negara bagian, syarat yang diperlukan untuk memenangkan pesta demokrasi.
Tahun ini, enam negara bagian dipandang sebagai kunci untuk memenangkan kursi Gedung Putih, yakni Florida, Carolina Utara, Arizona, Wisconsin, Pennsylvania, dan Michigan.
Jika hasil polling benar atau tanpa rekayasa, Biden sebenarnya memiliki keuntungan di negara bagian tersebut, meskipun terkadang margin of error polling bisa membalikkan kondisi.
Margin of error polling berkisar dari 1,7 persen di Florida hingga 7,2 persen di Michigan.
Pengamat politik Ipsos Chris Jackson mengatakan, pada 2016, polling terakhir yang digelar pada malam menjelang pemungutan suara memprediksi Hillary unggul tipis secara nasional dibandingkan Trump. Namun ternyata ada negara bagian yang terlewatkan dalam polling yakni di kawasan Midwestern yang kemudian memenangkan Trump.
Dia mengatakan, penyebab kesalahan pada 2016 adalah tidak dimasukkannya perwakilan warga kulit putih dalam sampel polling yang merupakan pememilih setia Trump kala itu.
Banyak lembaga survei yang sudah memperbaiki metodologi untuk mencegah kesalahan serupa pada 2016. Negara bagian yang menjadi medan pertempuran sesungguhnya sudah masuk dalam survei terakhir, sehingga hasilnya mungkin akan lebih mendekati.
Namun yang harus diwaspadai, banyak pemilih Trump yang saat ini memilih diam, karena tak mau terseret dalam kontroversi yang kerap dilakukan atau dilontarkan sang presiden. Mereka enggan memberi tahu pilihan mereka ke lembaga survei di waktu sedini ini.
Hal lain yang memengaruhi, pilihan responden polling bisa saja berubah saat ini dan nanti. oleh karena itu lembaga survei harus benar-benar berhati-hati.
Kampanye bisa menjadi pemicu perubahan sikap pemilih.
Pada 2016, 16 hari sebelum pemungutan suara, situs FiveThirtyEight memberikan Hillary peluang 86 persen kemenangan, hampir sama dengan Biden saat ini.
Editor: Anton Suhartono