Gaza Butuh Dana Rp881 Triliun untuk Rekonstruksi, Ini Perinciannya
ISTANBUL, iNews.id - Jalur Gaza membutuhkan biaya sangat besar untuk rekonstruksi akibat kehancuran masif akibat 2 tahun serangan Israel. Sekitar 90 persen bangunan di wilayah kantong itu hancur.
Laporan Penilaian Kerusakan dan Kebutuhan Sementara (IRDNA) Gaza dan Tepi Barat, sebagaimana dirilis Bank Dunia, Uni Eropa, dan PBB pada Februari 2025, mengungkap perkiraan biaya 53 miliar dolar AS atau sekitar Rp881 triliun untuk rekonstruksi.
Sementara kebutuhan jangka pendek dalam 3 tahun pertama pasca-perang diperkirakan sekitar 20 miliar dolar AS atau sekitar Rp332,4 triliun.
Berdasarkan penilaian tersebut, berdasarkan data situasi yang diambil dari Oktober 2023 hingga Januari 2025, perkiraan kerusakan fisik yang terjadi sekitar 29,9 miliar dolar dan kerugian ekonomi dan sosial sebesar 19,1 miliar dolar.
Sementara penghitungan yang dilakukan pihak lain, biaya rekonstruksi Gaza lebih tinggi daripada angka yang disajikan IRDNA.
Kantor Media Gaza memperkirakan kerugian awal di sektor-sektor vital mencapai lebih dari 70 miliar dolar AS. Data itu dibutuhkan mendesak untuk rencana pembangunan kembali.
Ahmed Bayram, penasihat media dan komunikasi untuk Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), mengatakan pembangunan kembali Gaza membutuhkan dorongan global, yang mungkin belum pernah terjadi selama beberapa dekade.
"Tantangan untuk membangun kembali Gaza sangat besar dan mengharuskan Israel berkomitmen untuk mengizinkan perbaikan infrastruktur dan jalan secara cepat serta masuknya peralatan dan material konstruksi," kata Bayram, seperti dikutip dari Anadolu, Sabtu (11/10/2025).
Mamoun Besaiso, penasihat PBB untuk rekonstruksi Gaza, menekankan pada kebutuhan mendesak warga Gaza yang harus disediakan terlebih dulu.
"Hal utama yang harus segera disediakan bagi masyarakat adalah tempat tinggal. Kemudian, kita perlu menyediakan layanan dasar, terutama air. Kita perlu menyediakan makanan bagi mereka, dan kita perlu menyediakan layanan medis dan pendidikan kembali ke sekolah," kata Besaiso.