Kaleidoskop 2021: Hubungan AS-China Kembali Tegang Dipicu Asal Usul Covid-19
JAKARTA, iNews.id - Asal usul Covid-19 menjadi bahan perdebatan sengit, terutama antara China dan Amerika Serikat (AS). Berita yang beredar, virus Sars-Cov-2 bocor (secara tidak sengaja atau tidak) dari laboratorium Institut Virologi Wuhan, China.
AS terus mendesak China agar mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di hari-hari pertama menyebarnya wabah. Pemerintahan Donald Trump curiga virus bocor dari lab, namun dibantah keras oleh China.
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price awal tahun ini masyarakat dunia membutuhkan transparansi dari pemerintah China.
Kasus pertama virus corona muncul di Kota Wuhan, China, pada Desember 2019. Virus itu diyakini melompat ke manusia dari hewan yang dijual di pasar seafood dan makanan basah Wuhan.
Asal Muasal Covid-19 versi Peneliti China
Hasil penelitian dengan analisis genomik komparatif menunjukkan virus corona kemungkinan berasal dari rekombinasi virus trenggiling dan kelelawar. Penelitian dilakukan para ahli Universitas Pertanian China Selatan dan Laboratorium Guangdong untuk Pertanian Modern Lingnan.
Hasilnya, virus baru SARS-CoV-2 sebagai penyebab pandemi Covid-19 memiliki tingkat kesamaan urutan yang tinggi dengan SARS-CoV, virus hewan yang teridentifikasi pada 2003 serta RatG3, virus corona kelelawar.
Isi dokumen penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Nature menuliskan walaupun kelelawar mungkin menjadi inang reservoir untuk berbagai virus corona, kemungkinan SARS-CoV-2 memiliki inang lain masih diragukan.
Terungkap pula, satu virus corona yang didapat dari trenggiling Malaysia menampilkan kesamaan urutan asam amino sebesar masing-masing 100 persen, 98,6 persen, 97,8 persen, dan 90,7 persen dengan virus corona baru pada gen E, M, N, dan S.
Virus trenggiling ini terdeteksi di 17 dari 25 ekor di Malaysia yang dianalisis oleh para ilmuwan.
WHO Kirim Tim Penyelidikan Internasional ke China
Awal tahun ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengirimkan tim penyelidik internasional ke China. Tim ahli memulai penyelidikan asal-usul pandemi Covid-19 di Kota Wuhan, China, Kamis (28/1/2021).
Tim yang terdiri atas 17 ilmuwan internasional serta 17 dari China bekerja sama untuk menerbitkan laporan sementara. Diharapkan, mereka mampu menjawab teka-teki dunia terkait asal muasal Covid-19.
Namun, tim mengaku mengalami kendala karena China tidak menyerahkan data penelitian yang lengkap.
Ahli penyakit menular dari Australia, Dominic Dwyer mengatakan, WHO meminta data mentah pelacakan pasien Covid-19 kepada otoritas kesehatan China. Namun mereka malah hanya memberikan ringkasan.
Mengapa itu tidak diserahkan, entahlah, saya tidak bisa berkomentar. Apakah itu terkait politik, atau waktu, itu rumit,” ujar Dwyer, dikutip dari The Guardian, Senin (15/2/2021).
Dalam penyelidikan selama hampir sebulan di Wuhan, kinerja tim WHO juga sangat dibatasi. Selain tidak diberikan akses data kontak pasian, mereka juga dilarang berkomunikasi dengan masyarakat setempat dengan alasan pembatasan Covid-19.
Namun, tidak semua tim setuju China merahasiakan segala sesuatu. Peter Daszak, anggota tim ahli lainnya yang juga Presiden EcoHealth Alliance mengaku tak mengalami kendala.
Dia mengatakan, sebagai koordinator penelitian hewan/lingkungan, dia merasarekan-rekan di China dapat dipercaya dan terbuka. Pihaknya mendapat akses ke seluruh data yang baru dan penting.
Tim Internasional Rilis Hasil Penyelidikan di China
WHO merilis hasil penyelidikan asal-muasal Covid-19 di China, Selasa (9/2/2021). Berdasarkan kesimpulan tim, virus corona baru yang telah memicu pandemi global itu bukan berasal dari laboratorium virologi di Wuhan, China.
Kepala tim internasional Peter Ben Embarek mengatakan, kelelawar tetap menjadi sumber penularan. Selain itu ada kemungkinan virus menginfeksi manusia melalui makanan beku, meskipun masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
Dia mengesampingkan teori soal penyebab pandemi berasal dari kebocoran laboratorium Institut Virologi Wuhan. Ini berbeda dengan temuan intelijen, termasuk dari AS.
Kemungkinan virus bocor dari laboratorium sebagaimana disampaikan teori konspirasi, kata dia, sangat tidak mungkin dan tidak memerlukan studi lebih lanjut.
Embarek melanjutkan, kerja tim bisa mengungkap informasi baru, namun tidak secara dramatis mengubah gambaran mereka tentang wabah tersebut.
WHO juga menegaskan semua hipotesis mengenai asal usul Covid-19 masih terbuka, tidak ditentukan oleh hasil penelitian yang dilakukan tim internasional di Wuhan, China.
AS Periksa Hasil Penyelidikan Tim Penyelidik Internasional
Nyatanya, hasil penyelidikan tim internasional tak mampu memuaskan semua pihak, salah satunya AS. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan memeriksa hasil penyelidikan tim ahli internasional di bawah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal asal usul Covid-19.
AS akan mendalami data dalam laporan WHO yang dirilis pada Selasa (9/2/2021). Berdasarkan kesimpulan tim, virus corona baru yang telah memicu pandemi global itu bukan berasal dari laboratorium virologi di Wuhan, China.
Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pemerintah AS tidak terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan penyelidikan sehingga ingin melakukan pemeriksaan independen atas temuan dan data yang mendasari kesimpulan tim WHO tersebut.
Meskipun AS telah bergabung kembali dengan WHO, bukan berarti menerima mentah-mentah setiap apa yang dihasilkan. Pemerintahan Donald Trump membawa AS keluar dari WHO, namun saat kepemimpinan pindah ke Biden, negara itu kembali bergabung.
Menanggapi hal itu, pakar kedaruratan WHO, Mike Ryan mengatakan, setiap negara atau entitas bebas mengemukakan teori masing-masing soal asal usul Covid-19.
Dia juga meminta semua pihak bisa memisahkan politik dari sains. Itu karena dia merasa penyelidikan asal-usul Covid-19 telah terkontaminasi dengan kepentingan politik.
Pada Rabu (26/5/2021), Biden memerintahkan para pembantunya untuk menelusuri kembali misteri asal virus tersebut. Dia mengatakan, badan-badan intelijen AS sedang mengupayakan teori lain, termasuk potensi kebocoran lab di Wuhan.
Presiden Joe Biden memberikan waktu 3 bulan kepada intelijen untuk melaporkan asal usul Covid-19, apakah dari kebocoran laboratorium atau bukan.
Sehari kemudian, AS mendesak WHO untuk melakukan penyelidikan kedua.
China Bantah Covid-19 berasal dari Kebocoran Lab Wuhan
Asal muasal Covid-19 membuat hubungan dua negara, AS dan China makin tegang. AS tetap yakin Covid-19 berasal dari kebocoran Lab Wuhan, sementara China ngotot membatahnya.
Tak hanya itu, China juga menolak teori yang menyebutkan virus corona baru merupakan hasil rekayasa manusia.
Teori itu disebut tidak masuk akal. Selain itu China menegaskan politisasi pandemi Covid-19 hanya akan menghambat penyelidikan.
Kepala Komisi Pusat Urusan Luar Negeri Partai Komunis China, Yang Jiechi menyatakan, pemerintah China prihatin, beberapa orang di AS menyebarkan cerita tidak masuk akal tentang virus corona yang bocor dari laboratorium Wuhan.
China mendesak AS untuk menghormati fakta dan sains, menahan diri dari mempolitisasi masalah ini dan fokus pada kerja sama internasional dalam perang melawan pandemi.
WHO Rencanakan Penyelidikan Asal Covid-19 Tahap 2
Banyaknya pihak yang belum puas dengan hasil penyelidikan asal Covid-19 membuat WHO berencana menggelar penelitian serupa tahap 2. WHO berharap China lebih bisa transparan dan terbuka serta bekerja sama.
WHO menambahkan, penyelidikan kedua akan mencakup hipotesis bahwa virus corona kemungkinan bocor dari Laboratorium Virologi Wuhan.
China Tegas Tolak Penyelidikan Asal Covid-19 Tahap 2
China menolak rencana WHO yang akan menggelar penyelidikan asal usul Covid-19 tahap kedua. Rencana penyelidikan terbaru WHO mencantumkan hipotesis soal pelanggaran protokol laboratorium yang menyebabkan virus bocor.
Zeng Yixin, wakil ketua Komisi Kesehatan Nasional (NHC) China mengatakan, pihaknya tidak akan menerima rencana penelusuran asal usul tersebut. Dalam beberapa aspek mengabaikan akal sehat dan menentang ilmu pengetahuan.
Menanggapi permintaan agar China lebih transparan, Zeng menegaskan kembali posisi China. Dia mengatakan, beberapa data tidak bisa sepenuhnya dibagikan karena masalah privasi.
Intelijen AS Rilis Laporan Asal Usul Covid-19
Kantor Direktur Intelijen Nasional AS (ODNI), dalam laporan terbaru yang dirilis Jumat (29/10/2021) menyebutkan, penyebab alami dan kebocoran laboratorium sehingga virus corona baru atau SARS-COV-2 menginfeksi manusia merupakan dua hipotesis yang masuk akal. Namun para peneliti tidak setuju mana yang lebih mungkin atau apakah ada penilaian definitif yang bisa dibuat.
Laporan juga menolak anggapan bahwa virus corona berasal dari senjata biologis. Namun, para pendukung teori ini tidak memiliki akses langsung ke Institut Virologi Wuhan.
Laporan ini merupakan pembaruan dari tinjauan 90 hari yang dirilis pemerintahan Presiden Joe Biden pada Agustus.
Laporan ODNI menyebutkan, empat agen intelijen AS dan badan multi-lembaga memiliki tingkat 'keyakinan rendah' bahwa Covid-19 berasal dari hewan yang terinfeksi atau virus terkait.
Sementara satu badan memiliki 'keyakinan sedang' bahwa infeksi Covid-19 ke manusia pertama kemungkinan besar merupakan hasil dari kecelakaan penelitian laboratorium, melibatkan eksperimen atau penanganan hewan di Institut Virologi Wuhan.
China pun bereaksi atas laporan tersebut. Mereka menilai, langkah AS yang mengandalkan aparat intelijen ketimbang ilmuwan untuk melacak asal-usul Covid-19 merupakan lelucon politik yang lengkap.
Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington DC, Liu Pengyu mengatakan, penggunaan intelijen hanya akan merusak studi asal-usul berbasis sains. Selain itu juga menghambat upaya global untuk menemukan sumber virus.
Muncul Covid-19 Varian Omicron
Belum tuntas masalah asal usul Covid-19, muncul varian virus ini yang dinilai mengkhawatirkan. WHO menamai Covid varian B11529 dengan nama 'Omicron'.
Organisasi kesehatan dunia tersebut menyatakan, Covid varian omicron mungkin menyebar lebih cepat daripada varian-varian lain. Bukti awal menunjukkan, ada peningkatan risiko infeksi ulang.
Varian ini pertama kali terdeteksi di Afrika Selatan. Covid varian omicron menjadi varian kelima yang mendapat status “menjadi perhatian” alias variant of concern (VOC) dari WHO.
Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) mengungkapkan, varian tersebut memiliki protein lonjakan yang secara dramatis berbeda dari yang ada pada virus corona asli yang menjadi dasar pembuatan vaksin. Hal itu meningkatkan kekhawatiran para ilmuwan akan efektivitas vaksin yang ada saat ini dalam melawan Covid varian omicron.
Penemuan varian baru Covid-19 bernama omicron memicu ketakutan global. Ada banyak negara yang sudah memberlakukan larangan perjalanan dari Afsel.
Inggris merupakan salah satu negara yang pertama menerapkan larangan penerbangan dari Afrika Selatan, Namibia, Botswana, Zimbabwe, Lesotho dan Eswatini.
Jerman, Italia, dan Prancis pada Jumat juga bergabung dengan Inggris dalam memberlakukan larangan sebagian besar perjalanan dari Afrika Selatan. Di Asia Tenggara, Singapura dan Malaysia juga mengambil langkah serupa saat itu.
WHO telah mendesak negara-negara untuk meningkatkan kapasitas perawatan kesehatan dan memvaksinasi warga untuk memerangi lonjakan kasus Covid-19 yang didorong oleh varian omicron.
Covid varian omicron 4,2 kali lebih mudah menular pada tahap awal daripada varian delta. Temuan itu diperoleh lewat studi yang dilakukan seorang ilmuwan Jepang.
Berbeda dengan hasil penelitian Universitas Hong Kong yang dipimpin Michael Chan Chi Wai, Covid-19 Omicron menular sekitar 70 kali lebih cepat daripada Delta atau virus corona reguler yang pertama kali ditemukan di China. Namun tingkat keparahan penyakit yang diderita masih jauh lebih rendah.
Studi menunjukkan, Omicron memang cepat melompat lebih cepat dari satu orang ke orang lain namun tidak merusak jaringan paru-paru jika dibandingkan dengan varian-varian terdahulu, termasuk Delta.
Hasil studi Universitas Hong Kong ini masih dalam peninjauan rekan sejawat untuk dipublikasikan di jurnal ilmiah.
Sementara itu, produsen vaksin Pfizer dan BioNTech menyatakan bahwa pemberian dosis booster (penguat) vaksin corona buatan mereka dapat memperkuat perlindungan terhadap strain virus tersebut.
Editor: Umaya Khusniah