Mengenal Bom Klaster dan Cara Kerjanya, Bisa Hancurkan Area 30.000 Meter Persegi
JAKARTA, iNews.id - Pengumuman Amerika Serikat (AS) yang akan mengirim bom klaster ke Ukraina mengejutkan dunia. Di saat banyak negara menghindarinya, Negeri Paman Sam malah akan mengirim bom tandan itu untuk perang di Ukraina melawan Rusia.
Senjata yang di AS digolongkan sebagai amunisi konvensional yang ditingkatkan untuk tujuan ganda atau DCPIM itu masuk dalam paket bantuan militer terbaru untuk Ukraina. AS pekan lalu mengumumkan paket bantuan terbaru senilai 800 juta dolar, termasuk DCPIM serta meriam howitzer 155 mm yang menembakkannya.
Jelas saja rencana AS tersebut menuai kontroversi berbagai negara, bahkan dari negara-negara sekutu. Penggunaannya sangat membahayakan penduduk sipil karena tak semua bom bisa meledak saat digunakan. Setelah konflik berakhir, bom-bom yang tak meledak berserakan di permukiman yang membahayakan.
Bom klaster merupakan tabung yang membawa puluhan bom kecil yang dikenal juga sebagai subamunisi. Tabung bisa dijatuhkan dari pesawat, diluncurkan dari rudal, atau ditembakkan dari artileri, atau peluncur roket.
Selanjutnya, tabung pecah pada ketinggian yang sudah ditentukan, bergantung pada area target yang dituju kemudian bom-bom kecil di dalamnya tersebar di area itu. Bom juga dikendalikan dengan pengatur waktu sehingga bisa meledak lebih dekat ke tanah.
Saat meledak, bom akan menyebarkan pecahan peluru yang dirancang untuk membunuh pasukan atau menghancurkan kendaraan lapis baja seperti tank dalam area yang luas.
Diketahui, AS mempunyai persediaan bom klaster DPICM. Pada 2016, senjata tersebut tidak digunakan setelah dihentikan secara bertahap.
Bom yang diberikan AS ke Ukraina mempunyai tabung yang membawa 88 subamunisi. Setiap bom memiliki jangkauan mematikan sekitar 10 meter persegi. Secara umum satu tabung bisa mencakup area hingga 30.000 meter persegi. Hal ini tergantung pada ketinggian saat bom utama dilepaskan.
Bom yang terdapat di DPICM mempunyai muatan yang ketika menyerang tank atau kendaraan lapis baja bisa menciptakan jet logam yang melubangi lapis baja logam.
Mengapa Banyak Negara yang Melarang Pemakaian Bom Klaster?
Diketahui, bom klaster dilarang oleh lebih dari 100 negara. Hal ini karena bahaya yang ditimbulkannya untuk warga sipil. Biasanya bom klaster melepaskan banyak bom kecil yang bisa membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas. Tak hanya itu, bom yang tidak meledak bisa bertahan di tanah selama bertahun-tahun sebelum meledak.
Kelompok hak asasi manusia bahkan menggambarkan bom klaster atau amunisi tandan sesuatu yang “menjijikkan” serta penggunaannya sebagai kejahatan perang. Rusia maupun Ukrania sudah menggunakan amunsi tandan sejak dimulainya invasi pada Februari 2022.
Sebagian besar negara di dunia telah melarang penggunaan senjata ini melalui Konvensi Amunisi Tandan (CCM) yang melarang penimbunan, produksi, hingga pengirimannya. Meski lebih dari 100 negara telah bergabung dalam konvensi tersebut, namun Amerika Serikat, Ukraina, Rusia, serta 71 negara lainnya belum ikut serta.
Editor: Anton Suhartono