Menteri Radikal Israel Desak Netanyahu Tangkap dan Bunuh 200 Anggota Hamas
TEL AVIV, iNews.id - Dua menteri sayap kanan radikal Israel menekan keras Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar tidak memberikan izin masuk bagi sekitar 200 anggota Hamas yang berada di luar Jalur Gaza.
Mereka bahkan mendesak Netanyahu untuk menangkap atau membunuh para anggota Hamas tersebut, bukan membiarkan mereka kembali ke Gaza.
Desakan itu datang dari Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir, dua tokoh ekstrem dalam kabinet Netanyahu yang dikenal memiliki pandangan keras terhadap warga Palestina. Keduanya mengecam keras laporan media Israel yang menyebutkan pemerintah sedang mempertimbangkan memberi izin perjalanan aman bagi para pejuang Hamas dari Mesir menuju Gaza melalui perbatasan Rafah.
Desakan dari Menteri Ekstrem Kanan
Smotrich, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan Israel, menulis di media sosial X, “Bapak Perdana Menteri, ini benar-benar gila. Hentikan ini!”.
Dia menilai rencana untuk membiarkan anggota Hamas masuk kembali ke Gaza sama saja dengan mengkhianati nyawa tentara dan warga Israel yang terbunuh dalam konflik.
Sementara itu, Itamar Ben Gvir, Menteri Keamanan Nasional yang juga dikenal dengan retorika ultra-nasionalisnya, mengambil langkah lebih jauh.
Dia menghubungi langsung Netanyahu dan mendesak agar 200 anggota Hamas yang berada di luar wilayah Jalur Gaza segera ditangkap atau dibunuh.
“Ini adalah kesempatan untuk menghancurkan atau menangkap mereka, bukan membebaskan mereka dengan syarat yang tidak masuk akal,” ujar Ben Gvir.
Kedua menteri itu menilai, setiap kompromi dengan Hamas akan melemahkan posisi Israel dan menjadi bumerang bagi upaya militer yang tengah dijalankan di Gaza.
Menanggapi tekanan tersebut, Kantor Perdana Menteri Israel mengeluarkan pernyataan resmi yang menegaskan Netanyahu tidak akan mengizinkan para anggota Hamas kembali ke Jalur Gaza.
“Perdana Menteri melanjutkan sikap tegasnya untuk melucuti senjata Hamas dan mendemiliterisasi Jalur Gaza sambil menggagalkan ancaman teroris terhadap pasukan kita,” demikian pernyataan resmi yang dikutip dari Al Jazeera, Rabu (5/11/2025).
Pernyataan itu sekaligus membantah laporan media sebelumnya yang menyebutkan adanya kemungkinan “perjalanan aman” bagi para anggota Hamas yang setuju menyerahkan senjata serta jenazah sandera Israel.