Sejarah Halloween, dari Keyakinan Datangnya Ruh Orang Meninggal sampai Tradisi Minta Permen
Seiring waktu, agama Kristen memengaruhi wilayah Celtic sehingga menghasilkan tradisi baru, gabungan tradisi Celtic dan Kristen.
Pihak gereja kemudian menjadikan 2 November sebagai Hari Semua Jiwa/Hari Arwah (All Souls’ Day). Hari tersebut didedikasikan untuk menghormati orang mati.
Perayaan Hari Semua Jiwa dilakukan tak jauh berbeda dengan festival Samhain-nya orang Celtic. Masyarakat menyalakan api unggun besar dan melakukan parade dengan memakai kostum sebagai orang suci, malaikat, dan iblis.
Sementara itu 1 November dirayakan sebagai Hari Semua Orang Kudus (All Saints’ Day). Hal ini digagas oleh Paus Gregorius III yang memindahkan perayaan yang semula digelar setiap 13 Mei menjadi 1 November.
Perayaan All Saints’ Day disebut juga All-hallows atau All-hallowmas yang diambil dari bahasa Inggris tengah, Alholowmesse, yang memiliki arti All Saints' Day. Perlahan, 31 Oktober, yang merupakan hari tradisi Samhain bangsa Celtic, mulai disebut All-Hallows Hawa dan, akhirnya disebut sebagai Halloween.
Perayaan Halloween kemudian masuk Amerika Serikat seiring dengan kedatangan para imigran asal Irlandia yang terdampak kelaparan. Sejak itu, Halloween yang diadaptasi oleh masyarakat AS berkembang menjadi tradisi yang tidak terkait dengan hantu atau sihir.
Halloween dirayakan sebagai hiburan dengan tradisi “trick-or-treat" (memberi atau dijahili) di mana anak-anak akan mendatangi rumah-rumah untuk meminta permen atau menjahili pemilik rumah. Dengan mengenakan beraneka kostum, warga berkumpul bersama komunitas dan tetangga sembari menggelar permainan dan pesta.
Editor: Anton Suhartono