Sejarah Hari Anak Sedunia, Berawal dari Krisis Kemanusiaan Pasca Perang Dunia II
Meski 20 November diakui sebagai Hari Anak Sedunia, beberapa negara tetap memiliki Hari Anak nasional dengan tanggal berbeda. Ada yang merayakan pada bulan Juni, ada pula yang memilih bulan lain sesuai tradisi atau sejarah nasional, namun tetap ikut berpartisipasi dalam kampanye global setiap 20 November.
Bentuk perayaan biasanya berupa kampanye media, kegiatan di sekolah, lomba kreatif, seminar, hingga dialog antara anak dengan pejabat publik. Di banyak negara, anak justru diberi panggung untuk menjadi pembicara utama, menyuarakan pendapat dan pengalaman mereka tentang pendidikan, kekerasan, kesehatan mental, lingkungan, dan isu lain yang mereka hadapi sehari-hari.
Di Indonesia, sejarah Hari Anak Sedunia berkaitan erat dengan upaya penguatan perlindungan anak melalui undang-undang, kebijakan pendidikan, dan program kesejahteraan sosial. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan memasukkan banyak prinsipnya ke dalam perangkat hukum nasional, termasuk undang-undang tentang perlindungan anak.
Momentum 20 November sering dimanfaatkan untuk mengangkat isu-isu seperti kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, perundungan (bullying), pernikahan usia anak, eksploitasi ekonomi, serta akses pendidikan dan gizi yang layak. Berbagai pemangku kepentingan pemerintah, sekolah, media, LSM, hingga komunitas lokal mengadakan kegiatan untuk menegaskan bahwa anak berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan mendukung.
Sejarah Hari Anak Sedunia penting dipahami karena mengingatkan bahwa hak-hak anak yang sekarang dianggap wajar sebenarnya lahir dari proses panjang perjuangan di tingkat global. Dari Deklarasi Hak-Hak Anak 1959 hingga Konvensi Hak Anak 1989, dunia secara bertahap mengakui bahwa anak adalah pemegang hak yang harus didengar, dilindungi, dan diberdayakan.
Di tengah masih banyaknya pelanggaran hak anak, memahami sejarah ini membantu masyarakat melihat bahwa setiap 20 November bukan sekadar ajang perayaan simbolis. Sejarah Hari Anak Sedunia menjadi dorongan agar orang tua, pendidik, pemerintah, dan komunitas terus beraksi mewujudkan dunia yang lebih aman, sehat, dan adil bagi semua anak, kapan pun dan di mana pun mereka berada.
Editor: Komaruddin Bagja