Sekjen PBB Peringatkan Potensi Perang Dingin Baru Amerika vs China, Lebih Berbahaya
NEW YORK, iNews.id - Sekjen PBB Antonio Guterres memperingatkan potensi Perang Dingin baru melibatkan China dan Amerika Serikat (AS). Dia mendesak kedua negara untuk memperbaiki hubungan sebelum dampaknya meluas dan lebih berbahaya dibandingkan Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet.
Hubungan AS dan China bisa dibilang berada di level terburuk sejak pemerintahan Donald Trump dan berlanjut hingga Joe Biden. Beberapa masalah yang menjadi pengganjal hubungan kedua negara adalah seputar pandemi Covid-19, perang dagang, isu HAM di Xinjiang, konflik di Hong Kong dan Taiwan, serta yang paling panas seputar Laut China Selatan.
Dalam wawancara dengan Associated Press (AP) pada akhir pekan lalu atau menjelang Sidang Majelis Umum PBB, Guterres mengatakan dua kekuatan ekonomi utama dunia itu harus bekerja sama dalam mengatasi masalah iklim serta bernegosiasi lebih erat tentang perdagangan dan teknologi, di samping isu HAM, keamanan online, serta kedaulatan di Laut China Selatan.
“Sayangnya, hari ini kita hanya melihat konfrontasi. Kita perlu membangun kembali hubungan fungsional antara kedua kekuatan. Penting untuk mengatasi masalah vaksinasi, perubahan iklim, dan banyak tantangan global lain yang tidak bisa diselesaikan tanpa hubungan konstruktif dalam masyakarat dunia internasional, terutama di antara negara adidaya,” kata Guterres, seperti dipublikaskan AP, Senin (20/9/2021).
Ini merupakan pengulangan dari pernyataannya 2 tahun lalu, saat itu Guterres memperingatkan kepada para pemimpin global mengenai risiko dunia terbelah menjadi dua, yakni kubu AS dan China.
Mengulangi pernyataan itu, Guterres menegaskan dua strategi geopolitik dan militer yang bersaing akan menimbulkan bahaya dan memecah dunia. Oleh karena itu, hubungan yang kandas tersebut harus segera diperbaiki.
"Kita harus menghindari Perang Dingin yang akan berbeda daripada yang lalu dan mungkin lebih berbahaya dan lebih sulit dikendalikan," kata Guterres.
Perang Dingin sebelumnya antara Uni Soviet dan sekutu blok Timur dengan AS dan sekutu Barat dimulai setelah Perang Dunia II dan berakhir dengan pecahnya Uni Soviet pada 1991. Itu merupakan bentrokan dua kekuatan adidaya pemilik senjata nuklir yang juga membawa ideologi masing-masing, yakni komunisme dan otoritarianisme di satu sisi melawan kapitalisme dan demokrasi di pihak lain.
Menurut Guterres, Perang Dingin terbaru ini bisa lebih berbahaya karena Uni Soviet dan AS kala itu membuat aturan yang jelas, yakni kedua belah pihak sadar betul akan risiko menghancurkan dari senjata nuklir yang mereka miliki.
Kedua pihak memiliki saluran dan forum untuk menjamin segala sesuatunya tidak akan lepas kendali.
“Sekarang, hari ini, semuanya lebih cair, bahkan pengalaman yang ada di masa lalu untuk mengelola krisis sudah tidak ada lagi,” kata Guterres.
Lebih lanjut dia menyinggung soal kemitraan keamanan Indo-Pasifik melibatkan AS, Inggris, dan Australia. Kerja sama itu menyepakati pemberian akses teknologi kepada Australia untuk membangun kapal selam nuklir. Ketiga negara memang tak menyinggung China dalam tujuan kerja sama mereka, namun arahnya sudah bisa ditebak yakni meladeni semakin meluasnya pengaruh Negeri Birai Bambu di Indo-Pasifik.
Guterres menilai kerja sama itu hanyalah satu bagian kecil dari teka-teki yang lebih kompleks, yakni hubungan yang benar-benar tak berjalan baik antara China dan AS.
Editor: Anton Suhartono