Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Populasi Mobil Listrik Terus Bertambah, GAC Yakin Aturan Bebas Ganjil Genap Masih Diterapkan
Advertisement . Scroll to see content

Ganjil Genap Berlaku Lagi, Ombudsman Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus Covid-19

Senin, 03 Agustus 2020 - 19:07:00 WIB
Ganjil Genap Berlaku Lagi, Ombudsman Ingatkan Potensi Kenaikan Kasus Covid-19
Ilustrasi ganjil genap. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Jakarta Raya mengingatkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar tidak tergesa-gesa menerapkan kebijakan ganjil genap kendaraan pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi karena bisa memunculkan klaster transportasi publik.

Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho mengatakan wacana Dinas Perhubungan DKI Jakarta memberlakukan ganjil genap selama 24 jam dan melibatkan kendaraan roda dua akan membuat pekerja beralih menggunakan transportasi publik apabila tidak dibarengi dengan pengawasan dan penegakan aturan pembatasan karyawan masuk kerja.

"Kebijakan Dishub DKI yang memberlakukan ganjil genap pada hari Senin, 3 Agustus 2020 jelas mendorong munculnya cluster transmisi Covid-19 ke transportasi publik," kata Teguh, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

Dia menilai kebijakan ini akan membuat penumpukan penumpang di sejumlah stasiun kereta api pada jam-jam sibuk, sehingga berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19 mengingat  transportasi berbasis rel tersebut memiliki kemampuan mengangkut penumpang dalam jumlah besar.

"Jujur saja, saat ini hanya commuter line yang masih mampu mengangkut penumpang dalam jumlah besar, angkutan lain seperti bus sudah tidak mungkin diandalkan," katanya.

Menurut Teguh, persoalan kemacetan di DKI Jakarta di masa pandemi Covid-19 haruslah diselesaikan dari akar permasalahannya.

Ombudsman menengarai peningkatan penglaju (komuter) dari wilayah penyangga ke Jakarta dan menumpuknya penumpang di transportasi publik khusus Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek karena ketidakpatuhan instansi pemerintah, BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta dalam membatasi jumlah karyawan yang harus masuk kerja.

"Jadi yang harus dibatasi adalah jumlah penglaju yang berangkat dan pulang kerja ke Jakarta. Itu hanya mungkin dilakukan jika Pemprov secara tegas membatasi jumlah pegawai dari instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan swasta yang bekerja di Jakarta," ujar Teguh.

Selain pengawasan dan penindakan terhadap instansi, lembaga dan perusahaan swasta yang membandel terhadap ketentuan pembatasan jumlah karyawan yang boleh masuk hanya 50 persen, Ombudsman Jakarta Raya menyoroti waktu shift kerja yang diberlakukan selama ini sesuai dengan SK 1477/2020 yaitu shift pertama pukul 07.00 – 16.00 WIB dan shift kedua pukul 09.00 – 18.00 terlalu pendek.

Menurut Teguh, pendeknya waktu shift kerja ini yang menyebabkan para penglaju tetap berangkat kerja di jam yang sama dengan saat belum ada pembagian shift.

"Data dari PT KCI dan Dirlantas Polda Metro Jaya terkait kenaikan jumlah penumpang selalu terjadi di jam sibuk pukul 06.00 – 08.00 WIB dan pukul 16.00 – 19.00 WIB, sementara angka kemacetan di ruas jalan kota dan tol juga terjadi di waktu yang sama," ujarnya.

Ombudsman Jakarta Raya, lanjut Teguh, mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan kajian terhadap kebijakan tersebut.

Hal yang sangat mungkin adalah memberi rentang waktu sif yang lebih panjang dengan jumlah jam kerja yang lebih pendek, misalnya sif pertama mulai pukul 07.00 WIB dan pulang pukul 14.00 WIB, sementara sif kedua mulai pukul 11.00 WIB dan pulang pukul 18.00 WIB.

"Kekurangan jam kerja bisa di kompensasi ke hari kerja, menjadi 6 hari kerja agar jumlah jam kerja satu minggu tetap terpenuhi," kata Teguh.

Editor: Muhammad Fida Ul Haq

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut