Kisah Kemal Idris Si Jenderal Sampah, Mengadu ke Presiden Soeharto Gara-gara Dipungli di Jakarta
 
                 
                Namun, pria kelahiran 10 Februari 1923 di Singaraja, Bali, ini punya prinsip. Untuk memperoleh hasil yang halal itu tidak harus memilih jenis pekerjaan, melainkan dari pekerjaan itu akan mendapatkan imbalan guna menutupi kebutuhan hidup sehari-hari.
"Apa yang mereka peroleh itu merupakan keuntungan yang diraih oleh perusahaan. Tetapi perusahaan ini bukan mengejar keuntungan yang besar untuk mengumpulkan dana yang banyak, melainkan cukup untuk meningkatkan daya gerak perusahaan mengatasi pembuangan sampah atau hal lainnya yang mengganggu kesehatan dan kenyamanan kota," katanya.
Kemal Idris mengatakan, di zaman itu, pegawai terendah sekali akan menerima gaji Rp180.000 per bulan. Mereka juga mendapatkan asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja dan diberikan uang simpanan tiap bulan sesuai dengan ketentuan perusahaan.
Jika ia seorang pegawai yang berkedudukan lebih tinggi setingkat dan seterusnya akan mendapat imbalan sesuai dengan jenjang kepegawaiannya.
Di PT SOR, karyawan yang bekerja berjumlah 700 orang. Pertama kali berdiri karyawannya hanya 300 orang plus 60 mobil sampah. Investasi dana pada pekerjaan semacam ini Rp1,7 miliar.
Kemal Idris yang mengakui, dia sebenarnya ingin menghentikan proyek itu. Persoalannya, selama bekerja dua tahun, dia hanya mendapat untung Rp5 juta.
Dalam sebulan, dirinya hanya memperoleh Rp100.000. Apalagi untung yang diharapkan 10 persen. Kadang-kadang yang diperoleh hanya 1 persen.
"Akan tetapi, kemudian saya berpikir lagi. Andaikata PT SOR saya tutup, kasihan karyawan saya yang berjumlah 700 orang. Mau di kemanakan mereka? Pasti mereka akan menganggur," kata Kemal Idris.