3 Operasi TNI Bebaskan Sandera yang Gemparkan Dunia, Lumpuhkan Musuh dengan Cepat
Indonesia pernah mengalami peristiwa menegangkan pembajakan pesawat Garuda Indonesia Penerbangan 206 pada tahun 1981. Pembebasan sandera pembajakan sekelompok teroris bersenjata di Bandar Udara Don Mueang, Bangkok, Thailand dikenal dengan Operasi Woyla.
Penerbangan dari pelabuhan udara sipil Talangbetutu, Palembang ke Bandara Polonia, Medan ini mengalami insiden pembajakan pada 28 Maret 1981 oleh lima orang teroris yang dipimpin Imran bin Muhammad Zein. Mereka mengidentifikasi diri sebagai anggota kelompok ekstremis "Komando Jihad".
Peristiwa pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla ini menjadi peristiwa terorisme bermotif "jihad" pertama yang menimpa Indonesia dan satu-satunya dalam sejarah maskapai penerbangan Indonesia. Drama pembajakan pesawat Garuda DC-9 Woyla tersebut berlangsung empat hari di Bandara Don Mueang Bangkok.
Mendengar pembajakan tersebut, Presiden Suharto memanggil Kapusintelstrat LB Moerdani ke Cendana. Moerdani memerintahkan Asisten Operasi Kopassandha, Letkol Sintong Panjaitan untuk membuat rencana operasi pembebasan dengan 35 personel. Satu pesawat berjenis sama, Douglas DC-9 dipinjam untuk latihan singkat di hangar Garuda sebelum berangkat ke Thailand.
Singkat cerita pada 31 Maret 1981, sinyal hijau diberikan untuk menjalankan operasi pada hari keempat penyanderan. Grup-1 Para Komando (cikal bakal Detasemen-81 Gultor Kopassus) membuat tiga tim yang akan menerobos pintu samping dengan memanjat sayap pesawat, sementara satu tim lainnya lewat pintu belakang.
Teroris tersebut menembak dan mengenai Ahmad Kirang, salah seorang anggota Tim Hijau di bagian bawah perut yang tidak terlindungi. Teroris tersebut kemudian ditembak dan tewas di tempat. Tim Biru dan Tim Merah masuk menembak dua teroris lain, sementara penumpang menunduk.

Para penumpang lalu disuruh keluar. Seorang teroris dengan granat tangan tiba-tiba keluar dan mencoba melemparkannya tetapi gagal meledak karena pin pengaman yang tidak ditarik sempurna. Lalu anggota tim menembak dan melukainya sebelum dia sempat keluar. Teroris terakhir dinetralisir di luar pesawat. Imran bin Muhammad Zein selamat dalam peristiwa baku tembak tersebut dan ditangkap oleh pasukan Kopassus.
Berkat kemampuan prajurit Kopassus yang mumpuni, hanya membutuhkan waktu 2 menit 49 detik untuk membebaskan seluruh penumpang yang disandera dan melumpuhkan para pelaku teror dalam Operasi Woyla tersebut.
Aksi pasukan Baret Merah ini pun langsung mendapat pengakuan dunia internasional. Bahkan, Kopassandha disejajarkan dengan pasukan elite dunia seperti GSG 9 (Jerman) dan Mossad (Israel).
Surat kabar The Asian Wall Street Journal, tak segan menyematkan keberhasilan “Operasi Woyla”, 31 Maret 1981 di headline mereka: “Indonesia bukannya tidak layak diberikan pujian dan hormat yang sama dengan (pasukan) komando Israel dan Jerman Barat, untuk tindakan keberanian di Entebbe (Uganda) dan Mogadishu (Somalia). Sangat disayangkan karena ada poin yang lebih luas untuk dibuktikan (pasukan Indonesia).”
“Yang pasti, butuh kemampuan militer tingkat tinggi untuk bisa menyelamatkan penumpang pesawat yang disandera tanpa menimbulkan satu pun korban jiwa. Sedari pembajakan sampai tembakan terakhir, jalannya operasi selama 60 jam membutuhkan organisasi dan perencanaan yang sangat baik, serta butuh keberanian, efisiensi dan disiplin,” lanjut Koran tersebut.
Editor: Faieq Hidayat