Anggota DPR Duga Lahirnya Permenaker gegara Banyak Orang Tarik JHT selama Pandemi
JAKARTA, iNews.id - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay menduga lahirnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No. 2/2022 yang membolehkan dana cair saat usia 56 tahun dikarenakan banyaknya orang yang menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT) saat pandemi.
“Saya menduga begini, sebetulnya ini JHT kemarin ditarik banyak, ini mulai ditarik dari tahun 2020, 2001 bahkan sampai hari ini, itu kan masih banyak. Kenapa? karena efek dari pandemi, itu kan sesuatu yang saya kira masuk akal sekali,” ucap Saleh dalam diskusi Polemik Trijaya FM yang bertajuk ‘Quo Vadis JHT’ secara daring, Sabtu (19/2/2022).
Lebih lanjut, Ketua Fraksi PAN ini menjelaskan akibat banyaknya JHT yang ditarik hal itu akan mengganggu likuiditas di BPJS Tenaga Kerja. Sebab, uang yang dikelola BPJS TK diinvestasikan dalam bentuk surat-surat utang negara yang dianggap aman.
Sedangkan, investasi itu tidak boleh cut loss, atau tiba-tiba ditaruh lalu ditarik kembali. Karena investasi yang dilakukan BPJS harus prudent dan hati-hati sehingga bisa menguntungkan.
“Kalau menguntungkan manfaatnya lagi untuk para pekerja juga. Nah, kalau likuiditas itu terganggu, banyak yang dicairkan, banyak yang diambil, itu berarti kan uang yang cair itu sendiri terbatas, karena lebih banyak uang yang diinvestasikan daripada yang tersedia,” kata dia.
Kemudian, kata Saleh, Undang-Undang No 11/2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) juga mengamanatkan dana Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang sumbernya juga dari BPJS TK. Sehingga, kalau JKP-nya diberlakukan dan JHT-nya tidak dihambat untuk ditarik maka di saat yang bersamaan, pekerja dibolehkan untuk mengambil keduanya.
Sementara itu, dalam hitungan JKP, pekerja mendapatkan 45 persen dari total gaji untuk 3 bulan pertama, dan 25 persen dari total gaji untuk 3 bulan berikutnya. Saat JKP dan JHT ditarik secara bersamaan secara masif, tentu dana yang tersedia di BPJS TK pun akan terbatas, dan BPJS tidak bisa langsung menarik investasi yang ditanamkan. Dan akhirnya, dibuatkan ketentuan baru pencairan JHT itu.
“Kalau misalnya ditarik semua, bayangkan beberapa yang sisa uang diinvestasikan di dalam itu, itu kan sangat riskan. Supaya tidak terjadi pengambilan uang dalam bentuk banyak sekali, sehingga mengganggu investasi di dalam, maka itu ditahan dulu, ya udah sampai 56 tahun,” paparnya.
Menurut Saleh, pemerintah berdalih bahwa tujuannya agar para pekerja ini sejahtera di masa pensiun mereka, sehingga mereka bisa menggunakan dana JHT ini saat usia pensiun mereka. Namun, dia menilai bahwa alasan tersebut sangat lucu, di saat usia produktif, pekerja tidak bisa mengambil JHT-nya, kemudian di saat usia 56 tahun di mana masuk usia pensiun, mereka diberikan dana JHT untuk membuka usaha.
“Ini kan lucu argumen ini, kenapa orang sudah pensiun disuruh modal usaha, sementara pada usia produktif dia sekarang, usia produktif kan sekarang usia 40 tahun sampai 45 tahun, lalu pada usia produktif ini yang bisa dipakai untuk modal enggak boleh diambil. Ini kan logika-logika yang sebetulnya itu belum bisa didudukkan secara bersama,” tutup dia.
Editor: Puti Aini Yasmin