Bisakah Tanah Warisan jadi Jaminan di Bank?
JAKARTA, iNews.id - Tanah warisan dapat menjadi penyelamat di saat kondisi darurat membutuhkan pinjaman uang. Tanah peninggalan dari orang yang telah meninggal dunia tersebut bisa dijual dan dijadikan sebagai jaminan atau agunan di bank.
Namun, tentu saja ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar tanah warisan diterima sebagai jaminan. Jika tidak, sertifikat tanah warisan bisa ditolak oleh pihak bank, seperti yang dialami oleh pembaca iNews.id.
Sertifikat tanah warisan yang akan digunakannya sebagai jaminan atau agunan untuk meminjam uang, ternyata tidak diterima oleh pihak bank dan Pegadaian. Kenapa ditolak?
Berikut pertanyaan lengkapnya:
Saya mau pinjam uang di bank atau Pegadaian menggunakan sertifikat tanah milik warisan kedua orang tua, tapi bank dan Pegadaian tidak izinkan karena belum ganti nama atau balik nama atas nama saya. Surat tanah SK notaris dan SK camat ditolak, tapi harus SHM. Saya kecewa sebagai anak sulung karena adik saya bertugas di luar negeri dan Jakarta sedang saya di Lubuk Pakam. Dulu pihak ATR/PT SL berjanji semua surat jadi SHM diberi secara cuma-cuma atau gratis, nyatanya nihil. Saya dalam keadaan tersesat, tapi tidak ada yang membantu karena sakit keras. Saya sedikit kecewa dengan pihak agraria dan bank yang mempermainkan aturan hukum positif yang berlaku saat ini yang diterapkan oleh Presiden Joko Widodo, bahwa boleh kredit tanpa agunan/KTA. Sekian dan terima kasih.
Penanya:
Haris Fadilla
Kami telah menyampaikan pertanyaan pembaca iNews.id kepada Slamet Yuono, S.H., M.H. (Partner pada Kantor Hukum Sembilan Sembilan Rekan).
Berikut jawaban dan penjelasannya:
Kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan Saudara Haris Fadilla (selanjutnya kami sebut Saudara penanya) melalui iNews Litigasi. Semoga setelah membaca ulasan dari kami perihal pertanyaan yang disampaikan, dapat ditempuh langkah-langkah konkret terkait permasalahan Saudara penanya. Ulasan ini juga bisa menjadi wawasan bagi para pembaca mengenai harta warisan dari orang tua dan proses balik nama kepada ahli waris.
Kami mencoba memberikan ulasan secara umum dengan memperhatikan kronologi yang ada. Ulasan dan pendapat yang kami sampaikan tidak mengikat kepada suatu institusi atau individu tertentu karena merupakan edukasi. Tentunya harus disesuaikan dengan fakta yang sebenarnya dengan didukung bukti-bukti yang sah.
I. Mengenai Harta Waris dan Peralihan Hak atas Tanah Waris
Saudara penanya menyampaikan almarhum orang tua memiliki 3 orang anak. Saudara tidak menguraikan tentang agama, jenis kelamin, harta warisan secara keseluruhan. Hal ini terkait dengan hukum waris mana yang dipergunakan dan terkait dengan porsi dari pembagian harta waris. Dalam hal ini kami tidak menguraikan tentang hal dimaksud mengingat terbatasnya informasi yang disampaikan.
Setelah orang tua meninggal dunia, jika meninggalkan harta warisan tentunya para ahli waris terlebih dahulu harus mengurus surat keterangan hak waris untuk membuktikan adanya hubungan hukum dengan pewaris, terkait dengan pengurusan Surat Keterangan Hak Waris (SKHW). Untuk warga pribumi bisa dilakukan melalui kelurahan dengan diketahui camat. WNI keturunan Tionghoa bisa membuat SKHW melalui notaris dan untuk WNI keturunan Timur Asing Non- Tionghoa bisa mengurus SKHW melalui Balai Harta Peninggalan (BHP).
Untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus SKHW, selanjutnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan Permenkumham Nomor 7 tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja BHP. Seluruh Warga negara Indonesia bisa membuat SKHW melalui Balai Harta Peninggalan, tentunya dengan melengkapi lampiran sebagaimana dipersyaratkan oleh Balai Harta Peninggalan (BHP). Hal ini berlaku pula terhadap Saudara penanya yang dapat mengurus SKHW melalui Balai Harta Peninggalan (BHP) setempat.
Saat ini, ada lima BHP di seluruh Indonesia, antara lain BHP Medan, BHP Jakarta, BHP Semarang, BHP Surabaya dan BHP Makasar. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam lampiran II Permenkumham Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan.
Dalam kronologi yang Saudara sampaikan, disinggung mengenai SK camat dan SK notaris. Dalam hal ini kami asumsikan SK dimaksud adalah Akta Pembagian Harta Bersama (APHB). Kami tidak mengetahui secara pasti isi APHB dimaksud khususnya mengenai tanah warisan yang sedianya hendak Saudara jadikan jaminan pinjaman di bank/Pengadaian, apakah merupakan warisan yang menjadi bagian/porsi dari Saudara penanya atau merupakan kepemilikan bersama. Mengenai hal ini, Saudara penanya yang lebih mengetahui dan memahaminya.
Selanjutnya jika Saudara penanya sudah memperoleh SKHW dan APHB sebagaimana diuraikan di atas, maka selanjutnya dapat diurus peralihan hak atas tanah karena pewarisan. Berdasarkan Pasal 111 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan:
(1) Permohonan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun diajukan oleh ahli waris atau kuasanya dengan melampirkan:
a. Sertifikat hak atas tanah atau sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun atas nama pewaris, atau, apabila mengenai tanah yang belum terdaftar, bukti pemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997;
b. Surat kematian atas nama pemegang hak yang tercantum dalam sertifikat yang bersangkutan dari kepala desa/lurah tempat tinggal pewaris waktu meninggal dunia, rumah sakit, petugas kesehatan, atau intansi lain yang berwenang;
c. Surat tanda bukti sebagai ahli waris yang dapat berupa:
1) Wasiat dari pewaris, atau
2) Putusan pengadilan, atau
3) Penetapan hakim/ketua pengadilan, atau
4) - Bagi warga negara Indonesia penduduk asli: surat keterangan ahli waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi dan dikuatkan oleh kepala desa/kelurahan dan camat tempat tinggal pewaris pada waktu meninggal dunia;
- Bagi warga negara Indonesia keturunan Tionghoa: akta keterangan hak mewaris dari notaris.
- Bagi warga negara Indonesia keturunan Timur Asing lainnya: surat keterangan waris dari Balai Harta Peninggalan.
d. Surat kuasa tertulis dari ahli waris apabila yang mengajukan permohonan pendaftaran peralihan hak bukan ahli waris yang bersangkutan;
e. Bukti identitas ahli waris;
(sebagai catatan dari kami, untuk lampiran sebagaimana huruf c. angka 4 dengan adanya Permenkumham Nomor 7 tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja BHP, maka WNI penduduk asli dan WNI keturunan Tionghoa bisa juga mengurus SKHW melalui BHP)
Setelah Saudara melengkapi lampiran sebagaimana dimaksud di atas, ahli waris dapat melakukan peralihan hak karena pewarisan melalui BPN setempat, mengenai teknis pengurusannya dan biaya yang timbul, Saudara dapat bertanya dengan mendatangi Kantor BPN setempat.
Mengenai sertifikat hak atas tanah nantinya beralih kepada seluruh ahli waris atau kepada Saudara penanya maka hal tersebut tergantung dari isi dalam Akta Pembagian Harta Bersama (APHB), hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi:
(4) Jika penerima warisan lebih dari satu orang dan waktu peralihan hak tersebut didaftarkan disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh kepada seorang penerima warisan tertentu, pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun itu dilakukan kepada penerima warisan yang bersangkutan berdasarkan surat tanda bukti ahli waris dan akta pembagian waris tersebut.
(5) Warisan berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan atau waktu didaftarkan belum ada akta pembagian warisnya, didaftar peralihan haknya kepada para penerima waris yang berhak sebagai hak bersama mereka berdasarkan surat tanda bukti sebagai ahli waris dan/atau akta pembagian waris tersebut.
Uraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagaimana diuraikan di atas selanjutnya ditegaskan dalam Pasal 111 ayat (4) dan (5) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
II. Mengenai Peminjaman di Bank
Setelah proses pengurusan peralihan hak atas tanah warisan pada BPN telah selesai dan beralih menjadi atas nama para ahli waris. (sebagai catatan jika menurut akta pembagian waris harus dibagi bersama antara beberapa penerima warisan). Sebelum menyampaikan peralihan ini kepada bank atau Pegadaian terkait dengan rencana Saudara penanya untuk meminjam uang, maka Saudara penanya harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan ahli waris yang lain terkait dengan rencana peminjaman tersebut. Hal ini untuk menghindari permasalahan di kemudian hari. Tentunya pihak bank/Pegadaian tidak berkenan jika agunan/jaminan atas nama para ahli waris tetapi yang mengajukan pinjaman hanya salah satu ahli waris tanpa ada persetujuan dari ahli waris yang lain.
Tetapi jika peralihan hak atas tanah warisan beralih menjadi atas Saudara penanya (jika berdasarkan akta pembagian warisan tanah dimaksud menjadi bagian dari saudara penanya), maka Saudara tidak memerlukan persetujuan dari ahli waris yang lain untuk mengajukan pinjaman di bank. Hanya saja saran dari kami sebelum meminjam di bank/Pegadaian, alangkah bijaknya Saudara menyesuaikan dengan kemampuan bayar.
Sangat disayangkan jika nantinya ternyata Saudara penanya mengalami kesulitan untuk membayar dan kemudian macet. Hal ini akan berdampak pada agunan/jaminan milik Saudara akan dilelang oleh bank untuk melunasi pinjaman Saudara. Mengenai hal ini, Saudara dapat membaca ulasannya di https://www.inews.id/news/nasional/eksekusi-pengosongan-objek-hak-tanggungan-yang-telah-dilelang-kewenangan-siapa.
Mengenai kredit tanpa agunan/jaminan sebagaimana Saudara sampaikan dalam kronologi, berdasarkan laman situs sikapiuangmu.ojk.go.id dijelaskan mengenai persyaratan dan hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
Dokumen yang diperlukan:
1. Fotokopi KTP suami dan atau istri;
2. Slip gaji terakhir atau surat keterangan dari perusahaan untuk yang memiliki penghasilan tetap (karyawan);
3. Fotokopi SIUP/SITU/Surat Izin Praktik & Akta Pendirian Perusahaan untuk wiraswasta dan profesional;
4. Rekening bank;
5. Fotokopi kartu kredit dan tagihan satu bulan terakhir (Asli);
6. Fotokopi NPWP pribadi
Hal-hal yang diperhatikan:
1. Konsultasikan keinginan Anda dalam mengambil KTJ kepada petugas bank terdekat;
2. Pilih KTJ sesuai kebutuhan dengan bijaksana;
3. Gunakan KTJ sesuai dengan rencana dan tujuan.
Saudara penanya bisa menggunakan fasilitas kredit tanpa agunan/jaminan dengan persyaratan secara umum sebagaimana diuraikan di atas. Untuk menghindari nama Saudara masuk dalam daftar kredit bermasalah, maka sebelum meminjam, ada baiknya dipertimbangkan terkait dengan kemampuan bayar.
Jika Saudara memiliki pertimbangan adanya kekhawatiran keterlambatan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran atas kredit dengan jaminan atau kredit tanpa jaminan, ada baiknya Saudara menggunakan cara lain, yaitu menjual aset dari tanah warisan yang merupakan bagian Saudara. Hal ini untuk meminimalisasi timbulnya permasalahan di kemudian hari terkait dengan objek jaminan atau menghindari nama Saudara masuk dalam daftar hitam (black list) SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan) OJK.
Demikian jawaban dan pandangan dari kami Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan terkait dengan pertanyaan yang telah Saudara sampaikan melalui iNews Litigasi. Semoga bermanfaat khususnya bagi penanya, serta masyarakat pada umumnya.
Jakarta, 24 Juli 2024
Hormat kami,
Slamet Yuono, SH., MH
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan
emai: [email protected]
Dasar Hukum:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
2. Permenkumham Nomor 7 tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja BHP;
3. Lampiran II Permenkumham Nomor 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan.
Website:
1. https://www.inews.id/news/nasional/eksekusi-pengosongan-objek-hak-tanggungan-yang-telah-dilelang-kewenangan-siapa;
2. https://sikapiuangmu.ojk.go.id.
Tentang iNews Litigasi
iNews Litigasi adalah rubrik di iNews.id untuk tanya jawab dan konsultasi permasalahan hukum. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan apa saja terkait masalah hukum yang akan dijawab dan dibahas tuntas para pakar di bidangnya.
Masalah hukum perdata di antaranya perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, utang piutang, pembagian warisan, sengketa lahan tanah, sengketa kepemilikan barang atau jual-beli, wanprestasi, pelanggaran hak paten, dll. Selain itu juga hukum pidana perdata antara lain kasus penipuan, pengemplangan pajak, pemalsuan dokumen, pemerasan, dll. Begitu pula kasus-kasus UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dll.
Editor: Maria Christina