Dana Setor Tunai melalui ATM Diambil Orang Lain, Tindakan Bijak Apa yang Bisa Saya Tempuh?
JAKARTA, iNews.id - Banyak insiden bisa terjadi saat bertransaksi di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) yang merugikan nasabah. Penyebabnya tidak hanya karena pelaku kejahatan yang sudah merencanakan aksinya, tapi bisa juga karena keteledoran atau kesalahan nasabah.
Salah satunya seperti pengalaman pembaca iNews.id yang menyetorkan uang di ATM sebuah bank. Dia tidak memperhatikan info yang muncul di layar ATM sehingga kehilangan uang tersebut yang malah diambil nasabah lain. Langkah apa yang harus dilakukan jika situasi seperti ini terjadi?
Berikut pertanyaan lengkapnya:
Saya melakukan transaksi setor uang di ATM bank. Kemudian setelah beberapa saat saya tunggu, saya pikir uangnya akan masuk. Karena keteledoran saya yang tidak memperhatikan info yang tertulis di ATM, saya tidak menekan tombol proses untuk setoran tersebut. Saya kemudian keluar dari ruangan ATM tersebut. Kemudian ada seorang pria yang masuk setelah saya di ATM tersebut dan oleh beliau proses setoran tersebut dibatalkan. Uang keluar dari mesin ATM dan diambilnya. Oleh pihak bank sudah coba dibantu dengan menghubungi "si pelaku" (kita katakan demikian), namun ternyata si pelaku tidak di tempat. Dan dititipkan pesan untuk datang ke bank (untuk dijelaskan alasan dia dihubungi). Dan si pelaku tidak terima didatangi pihak bank.
Dia kemudian datang ke bank dengan marah-marah dan mengancam akan membuat laporan pencemaran nama baik. Kemudian dia pergi tanpa sempat diberitahukan alasan dia dihubungi pihak bank. Pihak bank menyarankan saya untuk membuat laporan ke polisi. Apa tindakan yang bijak untuk saya tempuh tanpa harus membuat laporan ke polisi. Sebagai info ternyata si pelaku adalah seorang wartawan. Tks
Penanya:
Saudara R (Disamarkan)
Kami telah menyampaikan pertanyaan pembaca iNews.id kepada Slamet Yuono, S.H., M.H (Partner pada Kantor Hukum Sembilan Sembilan Rekan).
Berikut jawaban dan penjelasannya:
Kami mengucapkan terima kasih atas pertanyaan dari Saudara R melalui iNews Litigasi. Kami sangat mengapresiasi pertanyaan saudara penanya. Dari kronologi yang disampaikan lebih mengedepankan upaya penyelesaian secara kekeluargaan dengan mencari alternatif penyelesaian melalui out of court settlement walaupun senyatanya Saudara R adalah korban dari dugaan tindak pidana pencurian (tentunya dugaan tindak pidana ini akan dibuktikan melalui proses hukum dan diputuskan oleh pengadilan).
Dari kronologi yang disampaikan oleh Saudara R, dapat kami tarik beberapa fakta antara lain:
• Saudara R melakukan transaksi setor uang di ATM bank karena keteledoran tidak menekan tombol proses untuk setoran, kemudian keluar dari ruangan ATM.
• Ada seorang pria yang masuk setelah Saudara R di ATM dan oleh beliau proses setoran uang tersebut dibatalkan. Kemudian uang keluar dari mesin ATM dan diambilnya.
• Pihak bank mencoba membantu dengan menghubungi seseorang yang diduga sebagai pelaku, tetapi seseorang yang diduga sebagai pelaku tidak terima didatangi pihak bank, kemudian datang ke bank dengan marah-marah dan mengancam akan membuat laporan pencemaran nama baik.
• Seseorang yang diduga sebagai pelaku ini menurut kronologi yang saudara R sampaikan adalah seorang wartawan.
• Pihak bank menyarankan Saudara R untuk membuat laporan ke polisi.
Dari beberapa fakta yang saudara sampaikan tersebut, saudara bertanya "tindakan yang bijak yang bisa ditempuh tanpa harus membuat laporan ke polisi"
Sebelum menjawab pokok permasalahan sebagaimana saudara R tanyakan, ada baiknya saudara R mengambil langkah-langkah antara lain:
1. Membuat kronologi kejadian secara detail tentunya dengan didukung bukti-bukti. Sebagai contoh, rekening koran khususnya pada hari kejadian, salinan rekaman CCTV (sebagai bukti awal adanya pengambilan uang milik saudara R oleh orang lain), mempersiapkan saksi yang mendengar, melihat dan mengetahui kejadian pada saat itu.
2. Meminta salinan rekaman CCTV kepada pihak bank, khususnya terkait kejadian di mesin ATM antara saudara R masuk ke ruang ATM sampai dengan seseorang yang diduga sebagai pelaku mengambil uang milik Saudara R yang sedianya disetorkan melalui mesin ATM dimaksud. Hal ini menjadi penting untuk memastikan bahwa memang benar Saudara R belum menyetorkan uang dimaksud dan seseorang yang diduga sebagai pelaku inilah yang kemudian mengambil uang dari saudara R.
3. Menyampaikan kepada pihak bank untuk tidak menghapus rekaman pada hari kejadian dan diharapkan membuat data cadangan untuk berjaga-jaga jika rekaman terhapus secara otomatis karena kapasitas penyimpanan atau karena faktor lain. Hal ini untuk mengantisipasi jika ternyata melalui alternatif penyelesaian sengketa tidak diperoleh hasil yang baik.
4. Menyampaikan kepada pihak bank informasi elektronik dan/atau dokumen eletronik berupa Rekaman CCTV pada hari kejadian merupakan alat bukti hukum yang sah (Pasal 5 ayat 1 UU No 1 Tahun 2024). Penyitaan dan proses penyalinannya harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik Kepolisian Republik Indonesia.
5. Mencoba membuka komunikasi dengan seseorang yang diduga sebagai pelaku atau jika mengalami kesulitan maka bisa mencoba membuka komunikasi dengan pimpinan dari media tempat yang bersangkutan bekerja. Hal ini sebagai langkah konkret ketika Saudara R menyampaikan yang bersangkutan adalah wartawan.
Setelah langkah-langkah sebagaimana diuraikan di atas sudah ditempuh dan dapat dipastikan rekaman CCTV serta bukti pendukung lainnya menunjukkan "seseorang yang diduga sebagai pelaku" inilah yang mengambil uang milik Saudara R, selanjutnya kami menyarankan Saudara R untuk mencoba alternatif penyelesaian sengketa di luar proses hukum/pengadilan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrse dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, khususnya pada Pasal 1 angka 10 yang berbunyi "Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli".
I. Alternatif Penyelesaian Sengketa
Beberapa alternatif penyelesaian sengketa yang bisa kami sarankan kepada Saudara R antara lain:
a. Negosiasi
Memperhatikan kronologi sebagaimana saudara R sampaikan di atas, sebenarnya telah terbuka komunikasi antara pihak bank dengan "seseorang yang diduga sebagai pelaku" sehingga dengan terbukanya komunikasi tersebut Saudara R bisa mencoba menghubungi yang bersangkutan dan mencoba menjelaskan secara singkat kejadian yang menimpa Saudara R (tentunya harus dihindari kalimat yang bersifat menuduh).
Ada baiknya upaya negosiasi dilakukan dengan mengadakan pertemuan secara langsung dengan melibatkan pihak ketiga. Dalam hal ini bisa meminta pihak bank atau pihak perusahaan media yang bersangkutan bekerja. Tentunya Saudara R harus menghubungi dan bertemu terlebih dahulu dengan perusahaan media atau yang mewakili untuk meminta kesediaannya dalam upaya negosiasi dengan "seseorang yang diduga sebagai pelaku" jika memang benar yang bersangkutan adalah seorang wartawan.
Upaya negosiasi ini merupakan langkah awal yang bisa Saudara R tempuh dengan catatan adanya iktikad baik dari kedua belah pihak untuk bertemu dan menyelesaikan permasalahan dimaksud secara kekeluargaan. Hal ini disampaikan oleh Khotibul Umam dalam bukunya Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan (Yogyakarta; Pustaka Yustisia, 2010) sebagaimana dikutip oleh Dr. Nita Triana, S.H., M.Si. dalam bukunya Alternative Dispute Resolution, Penyelesaian Sengketa alternatif dengan Model Mediasi, Arbitrase, Negosiasi dan Konsiliasi (Yogyakarta, Kaizen Sarana Edukasi, 2019) halaman 67, yang menegaskan "Negosiasi biasanya digunakan dalam kasus yang tidak terlalu pelik. Para pihak beriktikad baik untuk secara bersama memecahkan persoalannya. Negosiasi dilakukan jika komunikasi antara para pihak masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya dan ada keinginan baik untuk mencapai kesepakatan serta menjalin hubungan baik".
Jika saudara R meyakini "seseorang yang diduga sebagai pelaku memiliki iktikad baik dan keinginan untuk bertemu dalam menyelesaikan masalah, maka ada baiknya ditempuh upaya negosiasi. Tetapi jika "seseorang yang diduga sebagai pelaku" karena satu dan lain hal tidak mau bertemu secara langsung dengan saudara R, tetapi masih memiliki iktikad baik untuk menyelesaikan permasalahan, maka bisa ditempuh alternatif penyelesaian sengketa yang lain, yaitu melalui upaya mediasi di luar pengadilan.
b. Mediasi
Langkah penyelesaian sengketa di luar pengadilan selanjutnya adalah mediasi. Menurut Takdir Rahmadi dalam bukunya Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekata Mufakat (Jakarta, Raja Grafindo 2010 halaman 12) sebagaimana dikutip oleh Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H dalam bukunya “Hukum Alternatif penyelesaian Sengketa dan Teknik Negosiasi” (Yogyakarta, Publika Global Media, 2023), pada halaman halaman 72 dinyatakan "Prinsip kerahasiaan dalam mediasi bertujuan untuk memberikan ruang yang aman dan terbuka bagi para pihak untuk berbicara tanpa takut konsekuensi di luar ruang mediasi. Namun, kerahasiaan ini dapat diubah jika semua pihak sepakat atau jika terdapat kewajiban hukum untuk mengungkapkan informasi tertentu".
Untuk menggunakan upaya mediasi di luar pengadilan, Saudara R dapat menggunakan jasa mediator yang bersertifikat dan terakreditasi agar tidak salah dalam memilih mediator. Ada baiknya Saudara R berkonsultasi dengan lembaga profesional yang memberikan jasa mediasi dan pelatihan mediasi atau dapat mengunjungi situs Mahkamah Agung https://mahkamahagung.go.id/media/11440. Dalam situs dimaksud diuraikan puluhan nama Lembaga Penyelenggara Sertifikasi Mediator Non-Hakim Terakreditasi. Mohon diperhatikan lembaga penyelenggara yang Surat keputusan dari ketua Mahkamah Agung masih berlaku dan belum berakhir. Tentunya upaya untuk menggunakan jasa mediator ini ada biaya yang harus ditanggung. Besaran biaya bisa ditanyakan langsung kepada lembaga terkait.
Jika langkah mediasi ternyata mengalami kebuntuan karena "seseorang yang diduga sebagai pelaku" tidak memiliki niat baik atau tidak mengakui perbuatannya, maka langkah lain yang "mau tidak mau" harus Saudara R tempuh adalah langkah hukum. Langkah hukum yang bisa ditempuh antara lain melalui proses pidana dengan membuat Laporan polisi dan perdata dengan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum.
II. Langkah Hukum jika melalui Alternatif Penyelesaikan Sengketa Mengalami Kegagalan
a. Laporan Pidana
Jika langkah penyelesaian di luar pengadilan telah ditempuh dan tidak membuahkan hasil, menurut kami bisa ditempuh langkah hukum yang tegas untuk memberikan efek jera dan pembelajaran bagi yang bersangkutan. Langkah hukum yang tegas sebagaimana dimaksud dalam hal ini adalah dengan membuat laporan polisi terkait dugaan pencurian di mana Saudara R bertindak sebagai pelapor dan korban.
Sebelum membuat laporan polisi baik ke polsek (kepolisian sektor) atau polres (kepolisian resor), kami sarankan saudara R mempersiapkan terlebih dahulu:
1. Kronologi permasalahan dan uraian pasal yang disangkakan.
2. Bukti-bukti tertulis yang dapat mendukung laporan saudara.
3. Para saksi yang mendukung dalil saudara.
Tiga hal sebagaimana disebutkan di atas sangat diperlukan untuk mempermudah proses pembuatan laporan polisi dan mempermudah pihak kepolisian untuk melakukan klarifikasi terkait permasalahan saudara R. Saran kami mengenai persiapan sebelum membuat laporan polisi ini telah kami sampaikan kepada penanya sebelumnya dalam permasalahan yang lain dan bisa diakses di https://www.inews.id/news/nasional/saya-beli-tanah-lewat-pihak-ketiga-tapi-dibatalkan-pemilik-bagaimana-langkah-hukumnya.
Dalam Kronologi maupun laporan polisi, saudara R dapat menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) antara lain:
KUHP Bab XXII (Pencurian)
Pasal 362:
Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.
Pasal 364:
Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir 4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Bahwa pasal-pasal yang gunakan dalam pembuatan laporan polisi sebagaimana dimaksud di atas masih menggunakan KUHP yang lama, hal ini disebabkan KUHP yang baru (Undang Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan (bunyi Pasal 624 UU No 1 tahun 2023), dimana Undang Undang No 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diundangkan pada tanggal pada 2 Januari 2023, artinya UU No 1 tahun 2023 (KUHP yang baru) mulai berlaku pada 2 Januari 2026.
Dalam proses di kepolisian, Saudara R masih bisa menempuh upaya penyelesaian secara kekeluarga/perdamaian, Saudara R bisa menyampaikan keinginan/kehendak untuk mengedepankan restorative justice kepada pihak kepolisian dalam permasalahan dimaksud. Upaya restorative justice ini sebagaimana diamanahkan Peraturan Kepolisian RI Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. Adapun persyaratan materiil dan formil yang harus dipenuhi dituangkan secara jelas pada pasal 5 dan 6 ayat (1) s/d (5) yang berbunyi:
Pasal 5:
Persyaratan materiil sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf a, meliputi:
a. Tidak menimbulkan keresahan dan atau penolakan dari masyarakat.
b. Tidak berdampak konflik sosial.
c. Tidak berpotensi memecah belah bangsa;
d. Tidak bersifat radikalisme dan separatisme.
e. Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan, dan
f. Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi dan tindak pidana terhadap nyawa orang
Pasal 6:
(1) Persyaratan formil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, meliputi:
a. Perdamaian dari kedua belah pihak, kecuali untuk tindak pidana narkoba, dan
b. Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, kecuali untuk tindak pidana narkoba.
(2)...dst
Bahwa niat baik Saudara R untuk menyelesaikan permasalahan dengan tindakan yang bijak dapat terakomodir dengan upaya penyelesaian melalui keadilan restoratif (restorative justice) sebagaimana kami uraikan di atas. Hal ini bisa ditempuh untuk memberikan pembelajaran dan efek jera bagi pelaku yang semula tidak mengakui perbuatannya akhirnya mengakui pada saat proses hukum di kepolisian. Tentunya pengakuan ini bukan karena paksaan tetapi dari proses yang dilakukan oleh kepolisian didapatkan bukti-bukti yang tidak dapat dibantah oleh terlapor. Bukti tersebut bisa berupa rekaman CCTV, keterangan para saksi serta bukti lainnya yang saling menguatkan.
b. Gugatan Perdata
Langkah selanjutnya yang bisa ditempuh adalah langkah melalui gugatan perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi:
"Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut".
Tentunya langkah gugatan perdata ini ditempuh jika Saudara R menganggap "seseorang yang diduga sebagai pelaku" tidak mengakui perbuatannya walaupun telah diproses melalui peradilan pidana dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap (maksudnya di sini adalah langkah negosiasi, mediasi maupun pidana melalui restorative justice tidak membuat jera terlapor. Artinya yang bersangkutan tidak mengakui sehingga proses hukum pidana berlanjut ke pengadilan).
Sebelum menempuh langkah hukum perdata, ada baiknya saudara R perlu mempertimbangkan biaya mengajukan gugatan mulai dari pengadilan negeri. Pengadilan tinggi sampai dengan Mahkamah Agung (kasasi dan peninjauan kembali) yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sebanding dengan uang yang telah diambil oleh seseorang yang diduga sebagai pelaku.
Terkait dengan upaya melalui gugatan perdata, kami hanya menguraikan secara garis besarnya saja dengan harapan permasalahan bisa selesai pada tahap negosiasi atau mediasi atau yang terburuk harus melalui proses pidana.
Demikian jawaban dan pandangan dari kami Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan terkait dengan pertanyaan yang telah Saudara R sampaikan melalui iNews Litigasi. Semoga bermanfaat dan selesai dengan jalan kekeluargaan, Aamiin
Jakarta, 8 Juli 2024
Hormat kami,
Slamet Yuono, SH., MH
Partner Kantor Hukum Sembilan Sembilan dan Rekan
Dasar Hukum:
1. Undang-Undang No 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
2. Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrate dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
4. Kitab UndangUndang Hukum Perdata.
5. Peraturan Kepolisian RI Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Daftar Pustaka:
1. Dr. Nita Triana, S.H., M.Si. dalam bukunya Alternative Dispute Resolution, Penyelesaian Sengketa alternatif dengan Model mediasi, Arbitrase, Negosiasi dan Konsiliasi (Yogyakarta, Kaizen Sarana Edukasi, 2019);
2. Dr. Hendri Jayadi, S.H., M.H dalam bukunya "Hukum Alternatif penyelesaian Sengketa dan Teknik Negosiasi" (Yogyakarta, Publika Global Media, 2023).
Website:
1. https://mahkamahagung.go.id/media/11440;
2. https://www.inews.id/news/nasional/saya-beli-tanah-lewat-pihak-ketiga-tapi-dibatalkan-pemilik-bagaimana-langkah-hukumnya.
Tentang iNews Litigasi
iNews Litigasi adalah rubrik di iNews.id untuk tanya jawab dan konsultasi permasalahan hukum. Pembaca bisa mengirimkan pertanyaan apa saja terkait masalah hukum yang akan dijawab dan dibahas tuntas para pakar di bidangnya.
Masalah hukum perdata di antaranya perebutan hak asuh anak, pencemaran nama baik, utang piutang, pembagian warisan, sengketa lahan tanah, sengketa kepemilikan barang atau jual-beli, wanprestasi, pelanggaran hak paten, dll. Selain itu juga hukum pidana perdata antara lain kasus penipuan, pengemplangan pajak, pemalsuan dokumen, pemerasan, dll. Begitu pula kasus-kasus UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE) dll.
Editor: Maria Christina