Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Indonesia Tak Punya Mekanisme Terima Pengungsi Gaza melalui Penerbangan Carter
Advertisement . Scroll to see content

Di Balik Peristiwa Rengasdengklok: Dari Radio Sutan Sjahrir Berakhir dengan Proklamasi Kemerdekaan

Jumat, 13 Agustus 2021 - 06:14:00 WIB
Di Balik Peristiwa Rengasdengklok: Dari Radio Sutan Sjahrir Berakhir dengan Proklamasi Kemerdekaan
Peristiwa Rengasdengklok 16 Agustus 1945 saat para pemuda menculik Soekarno-Hatta dan mendesak keduanya agar segera memproklamasikan kemerdekaan. (Foto: Istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

Di sisi lain, para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan Tan Malaka yang tergabung dalam gerakan bawah tanah untuk memperjuangkan kemerdekaan RI tanpa melibatkan Jepang.

Pada dini hari 16 Agustus 1945, bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok.

Tujuan mereka menculik Soekarno-Hatta agar kedua tokoh ini tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno kalau Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Di Jakarta, pejuang muda Wikana, dan golongan tua yaitu Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Lalu diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok.

Mereka menjemput Soekarno dan Moh Hatta kembali ke Jakarta. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan.

Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Saat itu Hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 22.00 WIB, maka Laksamana Muda Maeda menawarkan untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.

Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala Pemerintahan Militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh Tadashi Maeda.

Mocihiro Yamamoto memerintahkan agar Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang Mayor Jenderal Otoshi Nishimura untuk menerima kedatangan rombongan tersebut.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut