Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Investasi di Jakarta Tembus Rp204 Triliun, Jadi Daya Tarik Ekonomi Nasional
Advertisement . Scroll to see content

Dikunjungi Dubes China, Said Aqil: NU Siap Jadi Mediator Muslim Uighur

Selasa, 25 Desember 2018 - 01:04:00 WIB
Dikunjungi Dubes China, Said Aqil: NU Siap Jadi Mediator Muslim Uighur
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj (empat kiri) pose bersama Dubes China Xiao Qian di Kantor PBNU, Jakarta. (Foto: istimewa)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan Nahdlatul Ulama (NU) siap menjadi mediator untuk menyelesaikan persoalan antara Pemerintah China dengan Muslim Uighur di Xinjiang.

"NU memiliki rekam jejak menjadi juru damai antara dua kelompok yang berkonflik. Mulai dari konflik Pattani-Pemerintah Thailand, Sunni-Syiah di Irak, hingga Taliban-Pemerintah Afghanistan. Meski yang terakhir masih terus diupayakan hingga hari ini," kata Said Aqil saat menerima kunjungan Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Said Aqil yang ditemani beberapa pengurus PBNU dan Dubes Qian membicarakan persoalan Muslim Uighur di Xinjiang yang menjadi pemberitaan hangat belakangan ini.

PBNU berpandangan bahwa persoalan muslim Uighur di Xinjiang menjadi persoalan domestik bila berkaitan dengan separatisme dan bersifat politis. "Siapa pun tidak bisa ikut campur," ucap Said Aqil.

Namun, lanjut dia, jika persoalannya berkaitan dengan agama Islam atau Muslim Uighur maka itu menjadi persoalan semua umat Islam di seluruh dunia. "NU akan ikut dan terus bersuara jika persoalan Muslim Uighur-China adalah persoalan agama," ujar Said Aqil.


Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menuturkan, semua masyarakat China dari berbagai suku memiliki kebebasan dalam beragama, termasuk Uighur.

Menurutnya, persoalan di Xinjiang adalah persoalan separatisme. Ada sekelompok orang yang ingin membuat Xinjiang berpisah dengan China, bahkan menggunakan kekerasan dan terorisme.

Menghadapi kelompok-kelompok seperti itu, kata Dubes Qian, China mengambil beberapa langkah kebijakan, di antaranya mengadakan program pendidikan vokasi.

Dia mengklaim program tersebut sukses karena banyak orang yang masuk program pendidikan tersebut memiliki keterampilan dan memperoleh gaji.

Dia mengklaim, program tersebut sukses karena banyak orang yang masuk program pendidikan tersebut memiliki keterampilan dan memperoleh gaji.

China dihujani berbagai kritik dari masyarakat dunia atas perlakuan mereka yang dianggap menindas sejumlah besar warga etnis Uighur, kelompok minoritas Muslim negeri itu, antara lain dengan menahan mereka di kamp-kamp khusus.

Pada Agustus 2018, sebuah komite PBB mendapat laporan bahwa hingga satu juta warga Uighur dan kelompok Muslim lainnya ditahan di wilayah Xinjiang barat. Di sana mereka diduga menjalani apa yang disebut program 'reedukasi' atau 'pendidikan ulang'.

Pemerintah China membantah tudingan kelompok-kelompok HAM itu. Pada saat yang sama, ada semakin banyak bukti pengawasan opresif terhadap orang-orang yang tinggal di Xinjiang.

Pemerintah China berdalih, apa yang dilakukannya adalah serangkaian program untuk mencegah penyebaran ideologi radikal yang menginginkan Xinjiang pisah dari China.

Editor: Kastolani Marzuki

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut