Eks Direktur PGN Danny Praditya Bacakan Pleidoi: Saya Tak Pernah Menerima Aliran Dana Apa pun
Semua itu, katanya, bukan untuk pencitraan, tetapi bentuk syukur dan bukti bahwa jabatan baginya adalah amanah, bukan privilege.
Terkait substansi perkara, Danny menjelaskan bahwa kerja sama PGN–IAE lahir dari kebutuhan strategis, yaitu mengamankan pasokan gas jangka panjang, melindungi pasar PGN dari penetrasi kompetitor, dan menjaga keberlanjutan jaringan pipa yang sudah dibangun dengan dana negara.
Keputusan itu, menurutnya, diambil melalui mekanisme business judgment rule, dibahas dalam kajian lintas fungsi (komersial, keuangan, hukum, risiko), dikawal prinsip tata kelola BUMN, serta diputuskan secara kolektif dalam Rapat Direksi, bukan secara pribadi.
Dia menegaskan, skema advance payment sebesar 15 juta dolar AS kepada IAE adalah uang muka jual beli gas yang akan menjadi pengurang tagihan gas atau bagian dari nilai akuisisi bila opsi korporasi dijalankan, bukan pinjaman tersembunyi.
Dalam laporan keuangan PGN, dana itu dicatat sebagai uang muka gas, sementara di laporan IAE sebagai kewajiban (liabilitas), dan hingga kini masih diakui sebagai utang. Danny juga menunjukkan bahwa jika kontrak berjalan penuh, IAE berkewajiban memasok gas sekitar 228 juta dolar AS dan menanggung resiko take or pay ke pemasok hulu, fakta yang menurutnya justru menunjukkan tidak ada pihak yang diperkaya, melainkan lahir kewajiban finansial besar di pihak swasta.
Terkait tuduhan pelanggaran Permen ESDM 06/2016, Danny membantah keras. Dia mengatakan bahwa alokasi gas IAE berasal dari 2007, sebelum Permen berlaku, sehingga tunduk pada Pasal 36, bukan Pasal 35.
Dia juga menyoroti adanya surat Dirjen Migas 15 September 2021 yang membolehkan kelanjutan PJBG PGN–IAE dengan rujukan yang sama, serta fakta bahwa hingga kini alokasi gas IAE tidak pernah dicabut. Bagi Danny, hal ini menguatkan bahwa Permen 06/2016 dan Permen 04/2018 adalah norma tata niaga untuk penataan pasar gas, bukan norma pidana yang otomatis menjadikan direksi BUMN sebagai pelaku korupsi.
Selain itu, Danny juga mengkritik perhitungan kerugian negara versi BPK yang menyatakan kerugian 15 juta dolar AS. Dia menilai audit itu dibangun hanya di atas asumsi pelanggaran Permen 06/2016, tanpa melibatkan ahli perundang-undangan maupun ahli bisnis migas, mengabaikan surat Dirjen Migas 2021, serta tidak memasukkan risiko pasar dan kompetisi yang dihadapi PGN.
Menurutnya, sengketa terkait pelaksanaan kontrak dan jaminan fidusia/PCG semestinya diselesaikan melalui jalur perdata dan mekanisme tata kelola BUMN, bukan dikriminalisasi menjadi perkara korupsi terhadap pengurus PGN sendiri.
Menanggapi tuntutan 7 tahun 6 bulan penjara, Danny menggambarkan dampak personal yang berat, di mana masa anak-anaknya tumbuh tanpa kehadiran ayah, keluarga yang memikul beban dari luar tembok penjara, dan terpotongnya masa produktif yang seharusnya dipakai untuk terus mengabdi kepada negara.