Kaleidoskop 2023, Putusan MK: Kemunduran Demokrasi dan Dinasti Jokowi
Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid melihat bahwa Indonesia mengalami kemunduran dalam demokrasi. Hal itu dilihat dari praktik berbangsa dan bernegara saat ini telah mempertontonkan secara telanjang kepada publik maraknya penyalahgunaan kekuasaan.
“Politik kekuasaan yang abai terhadap kepentingan rakyat seakan kembali hadir sebagai panglima. Praktik berpolitik semakin jauh dari nilai-nilai kebajikan dan tidak lagi dibingkai sebagai sarana melayani kepentingan bangsa dan negara,” ujar Fathul Wahid dalam keterangannya, Selasa (19/12/2023).
Menurut dia, kemunduran demokrasi yang terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini diindikasikan oleh banyak aspek, seperti penegakan hukum yang tidak konsisten, pemberantasan korupsi yang tebang pilih, dan kebebasan berekspresi yang semu.
“Hal ini juga telah menghadirkan perselingkuhan antarpenguasa yang melahirkan oligarki dan menumbuhsuburkan fenomena kolusi dan nepotisme. Akhirnya, rakyat hanya menjadi objek pelanggeng kekuasaan yang tidak dihargai martabatnya,” jelas Fathul.

Ketua Umum PDIP sekaligus Presiden ke 5 RI Megawati Soekarnoputri yang membentuk MK juga buka suara soal putusan itu. Megawati menyebut pembentukan MK merupakan bagian dari reformasi yang dikehendaki oleh rakyat.
Reformasi menjadi momen perlawanan rakyat terhadap watak dan kultur pemerintahan yang pada waktu itu sangat otoriter.
“Dalam kultur dan sangat sentralistik ini, lahirlah nepotisme, kolusi, dan korupsi. Praktik kekuasaan yang seperti inilah yang mendorong lahirnya reformasi,” kata Megawati beberapa waktu lalu.
Dia mengatakan kejadian di MK sebagai manipulasi hukum. Manipulasi itu terjadi akibat praktik kekuasaan yang mengabaikan kebenaran.
"Apa yang terjadi di Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini telah menyadarkan kita semua bahwa berbagai manipulasi hukum kembali terjadi," ucap Megawati.
Selain itu, media asal Jerman, Handesblatt juga menyoroti langkah politik Presiden Jokowi. Presiden Indonesia selama dua periode tersebut dianggap telah mematikan demokrasi di tanah air.