Kejagung Setuju 8 Penuntutan Perkara Ini Dihentikan Lewat Restoratif Justice
JAKARTA, iNews.id - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana menyetujui delapan permohonan penghentian penuntutan. Hal ini disetujui dengan merujuk prinsip keadilan Restoratif (restorative justive).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana menyampaikan proses persetujuan ini diputuskan setelah melakukan ekspose bersama Kajati Jawa Barat, Sumatra Barat, Bengkulu, Kalimantan Timur, dan Jawa Timur serta para Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice.
"Adapun delapan berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif," kata Sumadena di Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf serta tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Selain itu, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi. Lalu tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; pertimbangan sosiologis hingga masyarakat merespons positif.
"Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif," ujarnya.
Delapan berkas perkara tersebut yaitu:
1. Tersangka Wildan Irawan bin Sanid dari Kejaksaan Negeri Cianjur yang disangkakan melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan;