Kemenag : SK Bupati 1975 Sudah Tak Bisa jadi Dasar Penolakan Pembangunan Gereja di Cilegon
Ketiga, SK Bupati tahun 1975, diterbitkan dalam konteks merespon Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah. Sementara pada waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja.
Oleh karenanya, penganut agama Kristen diarahkan untuk menunaikan ibadah di gereja-gereja yang ada di Kota Serang.
Wawan mengaku pihaknya sudah bertemu dan mendiskusikan persoalan ini dengan Wali Kota Cilegon pada April 2022. Kemenag mengimbau Pemerintah Kota Cilegon untuk memedomani Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
“Kami juga juga mengajak FKUB sebagai lembaga kerukunan umat beragama dan seluruh komponen masyarakat untuk kembali berpegang pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku,”kata dia.
Wawan Djunaedi berharap agar semua kepala daerah, termasuk Wali Kota Cilegon Helldy Agustian berupaya semaksimal mungkin untuk memenuhi hak-hak konstitusi setiap penduduk, termasuk Hak Beragama dan Berkeyakinan.
“Jadi, tidak ada alasan apapun bagi kepala daerah untuk tidak memfasilitasi ketersediaan rumah ibadat ketika calon pengguna telah mencapai 90 orang,” kata Wawan.
Editor: Faieq Hidayat