Kemendikbudristek Beberkan Keunggulan Kurikulum Prototipe, Ada Apa Saja?
JAKARTA, iNews.id - Kemendikbudristek berencana menerapkan kurikulum prototipe di tahun 2022 mendatang. Bahkan, Kemendikbudristek mengklaim ada beberapa keunggulan dibanding opsi kurikulum lainnya. Apa saja?
Plt Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Kemendikbudristek Zulfikri menjelaskan pada dasarnya, penerapan opsi kurikulum prototipe adalah sukarela bagi satuan pendidikan. Namun, sekolah diminta memahami secara mendalam konsep kurikulum ini terlebih dahulu.
Zulfikri mengungkapkan kurikulum prototipe dapat membantu mengatasi menurunnya kemampuan belajar (learning loss) pada siswa yang melakulan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Sehingga, kurikulum ini jauh lebih sederhana dibanding yang biasa.
“Kalau menggunakan kurikulum yang padat materi sementara PTM dilakukan secara terbatas, itu tidak mungkin (akan mencapai kualitas belajar yang diharapkan). Sehingga (kurikulumnya) perlu disederhanakan,” paparnya melalui siaran pers, Kamis (30/12/2021).
“Kurikulum prototipe berbasis kompetensi statusnya semacam model. Model untuk pilihan di mana guru dan murid tidak merasa terlalu terbebani. Penyempurnaan dari kurikulum darurat, di kurikulum prototipe ini (strukturnya) lebih ditata selain disederhanakan juga,” ungkap Zulfikri.
“Saat penerapan kurikulum darurat, terjadi mitigasi 73 % dari learning loss. Dan ini dilanjutkan dengan kurikulum prototipe pemulihan pembelajaran yang menjadi dasar untuk pengembangan kurikulum prototipe. Selama dua tahun, yaitu tahun 2022 sampai dengan 2024 sekolah dapat menerapkan kurikulum prototipe ini. Untuk kemudian akan kita evaluasi kembali," imbuhnya.
Dalam waktu dekat Kemendikbudristek segera menawarkan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran. Opsi kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum prototipe yang mendorong pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan siswa, serta memberi ruang lebih luas pada pengembangan karakter dan kompetensi dasar.
Oleh karena itu, untuk melihat efektivitas penerapan kurikulum prototipe secara terbatas, satuan pendidikan yang telah bergabung dalam barisan Sekolah Penggerak akan dilibatkan. Zulfikri menekankan bahwa penerapan kurikulum prototipe bukan suatu perintah, melainkan pilihan.
“Kami ingin, satuan pendidikan (sukarela) menerapkannya berdasarkan pemahaman yang baik sehingga merasa memiliki dengan kurikulum apapun yang dipilih. Bukannya mengatakan ini kurikulum pusat. Sekali lagi, tidak ada unsur paksaan karena kalau status kebijakan ini (sifatnya) wajib, maka siapapun akan menjalankannya meski sebenarnya dia tidak mau atau tidak paham,” tegasnya.
Kurikulum prototipe sendiri, berbasis proyek yang mengacu pada nilai-nilai Pelajar Pancasila. Misalnya, ketika siswa belajar kepedulian terhadap lingkungan dengan cara mengelompokkan sampah, maka di saat yang sama mereka juga belajar bekerja sama.
Sangat mungkin satu proyek terkait dengan beberapa materi pembelajaran maupun lintas mata pelajaran. Proyeknya tidak menambah waktu belajar tapi mengambil 20-30 persen jam pelajaran.
“Orientasinya memberi ruang kepada anak untuk berkreasi dan mengembangkan potensi belajar mereka supaya anak merasa menemukan makna dari belajar itu dan bisa memecahkan masalahnya sendiri secara mandiri maupun berkelompok sehingga sisi akademik dan nonakademiknya berkembang secara utuh,” katanya.
Untuk mengoptimalisasikan penerapan kurikulum prototipe, Zulfikri menyarankan agar Guru Bimbingan Konseling (BK) turut membantu siswa menentukan pilihan mata pelajaran yang sesuai dengan minatnya.
“Kita sedang rumuskan panduannya termasuk pengelolaan kelasnya. Apakah ada batasan minimum untuk kelas peminatan tertentu dan bagaimana mengarahkan anak dalam menentukan pilihan sesuai minat mereka. Dua tahun ini masa pengembangan dan evaluasi. Tahun 2024 nanti kita akan lihat kurikulumnya seperti apa secara nasional,” tutup dia.
Editor: Puti Aini Yasmin