Ketua Dewan Pers M Nuh Nilai UU ITE telah Disalahgunakan
JAKARTA, iNews.id - Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh menilai Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) saat ini telah disalahgunakan. UU ITE didesain untuk memberikan payung hukum atas transaksi teknologi.
Nuh yang juga mantan menteri komunikasi dan informatika (menkominfo) menekankan, UU ITE yang disusun pada 2008 awalnya tidak diharapkan berfungsi seperti saat ini. Pembentukan produk hukum ini lebih pada melindungi transaksi elektronik.
"Saya mikir kok rasanya dulu tidak begini. Dulu kita ingin memberi kepastian hukum transaksi teknologi, tapi kok tiba-tiba urusan caci maki," ujar Nuh dalam forum diskusi secara virtual yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Kamis (25/2/2021).
Menurutnya, UU ITE kini menjadi ganjalan bagi demokrasi di Indonesia. Tidak saja di lapisan masyarakat, pekerja pers pun banyak dirugikan karena dilaporkan ke pihak berwajib dengan merujuk UU ITE.
Nuh kembali menegaskan, semula ide dari ITE untuk memberikan payung transaksi-transaksi ekonomi, dan perkembangan informasi digital Indonesia.
"Dulu itu kan tanda-tangan harus tanda-tangan basah, yang punya legal standing diteken pakai meterai, cap stempel dan lainnya. Faks juga belum punya dasar, sekarang sudah bisa dijadikan produk hukum," kata dia.
Mengenai Surat Edaran Kapolri mengenai Penanganan Perkara UU ITE, Nuh menilai hal itu belum cukup untuk bisa melindungi masyarakat. Perlu ada aturan turunan seperti peraturan pemerintah atau peraturan menteri yang bisa memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Ini penting agar ketika terjadi pergantian kapolri atau bahkan presiden, aturan tersebut tetap melindungi masyarakat.
Seperti diketahui, revisi UU ITE ikut disinggung Presiden Joko Widodo saat meminta masyarakat lebih aktif dalam menyampaikan kritik kepada pemerintah. Jokowi mengatakan, jika UU ITE tidak dapat memberikan rasa keadilan, pemerintah akan mengajukan ke DPR untuk merevisinya. Perubahan terutama pada pasal-pasal karet yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran.
Selain M Nuh, hadir sebagai narasumber dalam diskusi ini Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin, Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, dan Pakar Hukum Abdul Fickar Hadjar. Diskusi ini dihadiri 316 peserta secara virtual dan puluhan peserta di Kantor Pusat PWI.*
Editor: Zen Teguh