Ketua Umum IJTI: Pers Indonesia Jangan Anti-Kritik
”Dan membuktikan bahwa mereka bisa berkarya untuk kebaikan masyarakat luas, bukan kepentingan sesaat atau satu kelompok,” kata Yadi.
Belajar dari pengalaman tersebut, Yadi pun mengingatkan bagaimana Pemilihan Presiden Amerika Serikat berjalan. Donald Trump saat itu melemparkan kritik keras (bahkan banyak yang menyebutnya sebagai penghinaan) terhadap pers Amerika.
Apa reaksi pers/jurnalis negara Paman Sam? Mereka tidak marah. Mereka sadar betul profesi jurnalis merupakan tempat orang-orang profesional bekerja dan bergantungnya harapan publik.
Media-media terkenal di AS sadar sepenuhnya bahwa pers di AS sempat terdampar pada situasi yang cukup buruk. Saat itu indeks kebebasan pers mereka turun ke peringkat 41, dampak dari Gedung Putih sebelum era Trump yang sempat “menutup diri” terhadap pers karena dianggap banyak mengecam kebijakan ekonomi Obama.
Menurut Yadi, kondisi tak jauh beda juga terjadi dengan negara-negara maju lainnya. Pers selalu menjadi lemparan kritik. Tetapi, kritik itu semestinya menjadi cambuk dan obat untuk autoktritik.
Yadi mengingatkan, pers merupakan profesi yang setiap hari butuh pengembangan diri. Pers ibarat perahu yang kalau rusak atau bocor maka seluruh penumpangnya akan tenggelam bersama. Apalagi, praktik-praktik tidak profesional banyak dilakukan oleh sebagian pers.
”Perlawanan kita bukan mengecam karena kita dikritik, tetapi kita harus bangkit dan memperbaiki diri. IJTI, organisasi tempat berkumpulnya orang-orang profesional bertugas mengembangkan kemampuan anggotanya,” kata jurnalis senior ini.
Editor: Zen Teguh