KPK Butuh Bukti Tambahan untuk Penerapan Pidana Korporasi ke Golkar
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penyidikan pidana korporasi kepada Partai Golkar terkait kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1. Meski KPK sudah menerima beberapa bukti dan keterangan mengenai dugaan keterlibatan partai tersebut, KPK masih membutuhkan bukti-bukti tambahan lainnya.
"Nanti penyidik akan mendalami lebih dahulu keterangan dan bukti-bukti dari tersangka EMS (Eni). Kita butuh keterangan-keterangan lain dan bukti-bukti tambahan untuk penerapan pidana korporasi ke Golkar," ujar Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang kepada KORAN SINDO di Jakarta, Kamis (30/8/2018).
Dia mengatakan, kasus dugaan suap kesepakatan kontrak kerjasama proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau 1 atau PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2 x 300 megawatt di Provinsi Riau menjadi perhatian serius KPK. Selama proses penyidikan, kata Saut, ada banyak informasi, keterangan, data, dan bukti yang sudah dimiliki KPK.
Bahkan, penerima suap yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar nonaktif Eni Maulani Saragih sudah menyampaikan keterangan dan sejumlah bukti ke penyidik tentang dugaan keterlibatan Golkar. Di antaranya ada alokasi Rp2 miliar untuk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2017 dan ada dugaan perintah Partai Golkar untuk Eni mengawal proyek PLTU Riau-1.
Menurut Saut, keterangan Eni tentang Rp2 miliar untuk Munaslub Golkar sudah didukung dengan keterangan terpidana mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar sekaligus mantan Ketua DPR Setya Novanto. Hanya saja tidak serta merta dilakukan penerapan pidana korporasi untuk partai pimpinan Airlangga Hartarto itu. Di sisi lain, Saut mengatakan, KPK mempersilakan pihak Partai Golkar membantah keterangan Eni.