Masa Politik Pasca-kebenaran
Kebenaran bergantung pada siapa yang memberi tafsir. Beberapa pengamat menggambarkannya sebagai bagian lama dari kehidupan politik yang kurang terkenal sebelum munculnya internet dan perubahan sosial yang terkait. Masa politik pasca-kebenaran mengubah fundamental peradaban menjadi rapuh yang dipenuhi kecemasan dan kecurigaan.
Chantal Mouffe, seorang ilmuwan politik dari Belgia, dalam bukunya “The Democratic Paradox” menyebutkan bahwa ketika batas politik menjadi kabur, dinamika politik terhambat dan menumbuhkan perpecahan yang tajam. Dengan kata lain, ketika demokrasi hilang, politik dalam dimensi antagonisnya memanifestasikan diri melalui saluran lain.
Mungkin kita masih ingat dengan ungkapan Hitler dalam karyanya yang berjudul “Mein Kampf”, bahwa kebohongan jika dikatakan secara terus-menerus akan dianggap sebagai kebenaran oleh publik.
Di tahun politik, fenomena pasca-kebenaran selalu menghadirkan tafsir-tafsir politik yang penuh kehampaan. Kebohongan-kebohongan terus diproduksi oleh politikus sebagai senjata yang paling ampuh dalam menggapai tujuan politik.
Istilah ‘pasca-kebenaran’ atau dalam bahasa Inggris disebut dengan ‘post-truth’ ini popular pada tahun 2016, setelah Kamus Bahasa Inggris Oxford menobatkan sebagai ‘kata tahun ini’. Definisi pascakebenaran adalah berkaitan atau menunjukkan keadaan saat fakta objektif kurang berpengaruh dalam membentuk opini publik dibandingkan dengan emosi dan kepercayaan pribadi. Kamus Bahasa Inggris Oxford menganggap pasca-kebenaran sebagai istilah paling penting di dunia politik.