Masalah-masalah Haji
Hasibullah Satrawi
Mantan Petugas Haji (Temus) dari unsur mahasiswa tahun 2003
Pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam
SEJATINYA haji adalah ibadah puncak yang dirindukan oleh segenap umat Islam. Terlebih lagi, dalam perjalanan haji terdapat tempat-tempat bersejarah yang memorial bagi umat, khususnya Kakbah sebagai kiblat umat Islam hingga kuburan Nabi Muhammad SAW bersama para sahabatnya di Madinah. Dengan demikian, ibadah haji, khususnya bagi yang belum pernah ke Makkah-Madinah sebelumnya, bisa memecah imaji suci yang selama bertahun-tahun ada dalam pikiran umat Islam.
Justru karena magnet-magnet spiritual tersebut, ditambah dengan banyaknya umat Islam yang melaksanakan ibadah ini, tak jarang haji berubah dari ibadah menjadi musibah akibat setumpuk persoalan yang tak selalu terselesaikan. Terlebih lagi, ibadah haji berlangsung dalam waktu yang serentak dan terbatas, yakni 9-13 Zulhijah. Seluruh jemaah bergerak di jalur dan waktu yang bersamaan, dimulai dari wukuf di Arafah, mabit (berhenti sejenak) di Muzdalifah, melempar Jumrah Aqabah, mabit (bermalam) di Mina (sekaligus melempar jumrah) dan ditutup dengan Tawaf Ifadah. Di sinilah persoalan kerap kali muncul, walaupun banyak masalah lain sesungguhnya sudah muncul jauh hari sebelumnya.
Tulisan ini membahas masalah-masalah terkait haji selama ini, termasuk persoalan haji tahun ini yang dikeluhkan oleh sebagian jemaah, walaupun tidak selalu diberitakan oleh media-media utama. Harapannya, masalah-masalah ini bisa diantisipasi dan diselesaikan ke depan agar umat dapat menjalankan ibadah haji dengan penuh khidmat dan selamat hingga kembali ke tanah air.
Di sebagian kalangan, masalah haji sebenarnya sudah dimulai sejak dalam pikiran dan kesadaran. Haji adalah ibadah wajib hanya bagi yang memiliki kemampuan, khususnya secara materiel. Hal ini sudah jelas disampaikan dalam Al-Qur'an, sunah dan kitab-kitab rujukan. Namun dalam praktiknya, tak jarang masyarakat yang memaksakan diri. Bahkan belakangan, kondisi ini dijadikan sebagai kesempatan oleh pihak tertentu untuk mendatangkan cuan dengan cara memberikan pinjaman untuk membayar setoran awal haji, sekitar Rp25 juta untuk haji reguler dan ratusan juta untuk haji khusus, dan dibayar secara mencicil. Inilah salah satu hal yang menambah persoalan antrean di Indonesia karena jumlah orang berangkat haji jauh lebih sedikit dibanding jumlah orang yang mendaftar untuk melakukan ibadah haji.
Persoalan lain terkait dengan kesadaran dalam masalah haji menyangkut pemahaman tentang pokok-pokok ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar Jumrah Aqabah, mabit di Mina sekaligus melempar jumrah, dan melakukan Tawaf Ifadhah di Masjid Al-Haram. Semua rukun haji ini dilakukan dalam kurun waktu yang sama, dari tanggal 9 hingga 13 Zulhijah. Di luar itu, masih ada kewajiban haji yang harus dilakukan seperti menggunakan kain ihram, miqat dan yang lainnya. Namun karena tidak serentak dalam satu waktu, kewajiban-kewajiban tersebut tidak dibahas dalam tulisan ini.
Persoalannya, sebagian jemaah haji tak memiliki kesadaran tentang prioritas waktu ini. Banyak yang justru memfokuskan waktu dan tenaha untuk kegiatan yang tidak wajib secara ibadah haji, seperti salat lima waktu di Masjid Al-Haram Makkah, beriktikaf dan yang lainnya. Padahal yang wajib dilakukan dalam ibadah haji adalah serangkaian kegiatan sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Persoalan lain terkait dengan kesadaran adalah meninggal di tanah suci. Ini persoalan yang paling berat. Persoalan ini berawal dari kesadaran tentang keutamaan Makkah dan Madinah sebagai tanah suci, termasuk meninggal di kedua tanah suci tersebut. Karena keutamaan yang ada, sebagian orang mungkin tidak takut meninggal di tanah suci.