Masalah-masalah Haji
Dalam pengalaman penulis, ada hal yang perlu ditambahkan dalam komposisi petugas haji, yaitu aspek kedaerahan. Harus ada proporsi yang diberikan untuk petugas haji dari daerah tertentu sekaligus berpengalaman, khususnya daerah-daerah yang memiliki kuota haji cukup banyak. Hal ini dibutuhkan mengingat Indonesia terdiri dari suku bangsa dan daerah yang berbeda-beda. Tak jarang ada jemaah haji yang hanya berbicara dalam bahasa daerahnya. Petugas yang berasal dari daerah sama sekaligus berpengalaman akan sangat membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh jemaah.
Bagian terakhir dari persoalan haji adalah pada waktu-waktu pelaksanaan ibadah haji, yaitu dari tanggal 9-13 Zulhijah. Masalah utama pada wilayah ini adalah pergerakan arus massa yang sangat banyak dalam waktu yang kurang lebih bersamaan.
Tahun ini, sistem multi syarikah yang diterapkan terhadap jemaah haji Indonesia menimbulkan banyak masalah di lapangan. Menurut sebagian sumber, banyak jemaah haji yang harus berjalan kaki dari Arafah hingga ke Mina. Selain karena keterlambatan bus yang akan mengangkut mereka, juga karena kondisi macet parah yang luar biasa. Sebagian jemaah juga diberitakan tidak mendapatkan tenda.
Masih banyak lagi masalah lain seperti pengangkutan jemaah dari tempat penginapan ke Arafah-Mina yang amburadul. Pun demikian pengangkutan kembali jemaah menuju penginapannya di Makkah yang diceritakan juga kacau balau.
Evaluasi tiga pihak sejatinya bisa dilakukan. Pertama, pihak pemerintah Arab Saudi dan kedua, pemerintah Indonesia. Dua pihak ini bisa melakukan evaluasi dan perbaikan secara lebih setara dan terbuka hingga tidak terjadi kemacetan dan kekacauan seperti tahun ini. Pihak ketiga adalah jemaah haji itu sendiri, khususnya terkait pentingnya mengikuti ketentuan dan arahan dari pihak berwewenang serta beradaptasi dengan kondisi yang ada. Dengan evaluasi semua pihak, potensi-potensi masalah bisa dihindari atau paling tidak diminimalkan.
Editor: Maria Christina