Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Nadiem Pernah Gelar Rapat Daring Tak Lazim untuk Bahas Pengadaan Laptop Chromebook
Advertisement . Scroll to see content

Membangun Guru, Membangun Pendidikan

Senin, 25 November 2019 - 17:20:00 WIB
Membangun Guru, Membangun Pendidikan
Doktor Manajemen Pendidikan Dr Adjat Wiratma.
Advertisement . Scroll to see content

Dr Adjat Wiratma
Doktor Manajemen Pendidikan

SETIAP tanggal 25 November, kita kembali memperingati Hari Guru. Tahun ini suasanya sedikit berbeda, karena banyak wacana yang disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru Nadiem Makarim. Kenapa wacana, kalau mengambil pernyataan Nadiem Makarim, dia akan mengisi 100 hari kerjanya untuk lebih banyak mendengar. Sehingga kalau belum ada gebrakan sangat wajar, maka tidak heran bicara soal guru pun (dalam naskah pidato yang disusunya) tidak ada “janji manis,” yang disampaikan.

Mendikbud lebih mengajak guru di Tanah Air berubah dan melakukan perubahan pembelajaran. Mas Menteri menyadari, kunci perubahan pendidikan ada pada guru. Soal teknologi pendidikan yang menjadi salah satu dari empat prioritasnya, semua itu tidak bisa menggantikan peran guru. Maka pembangunan guru seharusnya menjadi hal utama dalam lima tahun kepemimpinan menteri milenial itu.

Untuk menjadikan pendidikan sebagai sektor pembangunan efektif, guru merupakan faktor mutlak. Bukan saja jumlahnya yang mencukupi, melainkan mutunya harus baik. Makin sungguh-sungguh Pemerintah untuk melakukan pembangunan SDM, makin penting kedudukan guru.

Sebagai faktor pembangunan yang sangat strategis, pembangunan pendidikan (guru di dalamnya) tidak bisa dilakukan dengan cara-cara sporadis dan terbatas. Karena dalam pembangunan pendidikan, kita akan bicara kondisi yang hari ini terjadi, dan juga bicara tentang kondisi 20, 30, 40 tahun ke depan, dalam menyiapkan generasi penerus pembangunan.

Sekalipun sulit memprediksi faktor yang akan terjadi ke depan, namun sebagai kelompok tenaga kerja khusus, guru dituntut untuk dapat hidup dan berpijak pada realitas hari ini, esok dan masa depan. Mereka yang bertangung jawab menghubungkan hari ini dan yang akan datang. Termasuk menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi pandangan dan harapan masyarakat yang berkembang seiring perkembangan jaman. Hanya guru yang kompeten yang dapat menempatkan dirinya dalam tugas yang berat itu.

Kewajiban Pemerintah

Undang-undang Sisdiknas menyatakan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan pada tingkat pendidikan dasar dan menengh merupakan asset nasional. UU juga menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.

Fasilitas yang diberikan pemerintah itu melalui pengangkatan, penempatan dan penyebaran tenaga pendidik yang didasarkan pada kebutuhan dan permintaan satuan pendidikan. Dengan mekanisme permintaan berasal dari bawah, maka penempatan guru diharapkan dapat benar-benar berdasarkan kebutuhan sekolah.

Masalahnya, dapatkah pemerintah memenuhi kewajibannya terhadap permintaan sekolah selama ini? Isu-isu strategis soal distribusi dan pendayagunaan guru, terjadi karena sistem pendataan yang tidak baik, dan telah membuat kondisi pendidikan muram.

Masalah lain adalah masih rendahnya profesionalisme guru, dilihat dari kualifikasi pendidikan, kompetensi dan pengalamannya. Ditambah lagi soal rendahnya efektifitas supervisi sekolah, dan rendahnya akuntabilitas lembaga penyelenggaraan diklat dalam pengembangan profesi dan karier.

Sejarah Prestasi Guru Indonesia

Sedikit mengajak menengok ke belakang, pada 1970-an guru Indonesia pernah mencatatkan sejarah yang patut dibanggakan. Ratusan guru (sebagian besar guru Mata Pelajaran Matematika, IPA, dan Bahasa) dikirim ke Malaysia atas permintaan resmi negara tersebut. Di negara seberang itu, mereka menunjukan prestasi dan dedikasi yang sangat baik. Meski jumlahnya tidak banyak, prestasi itu patut menjadi kebanggaan, tidak berlebihan jika kita menyebut kala itu sebagai “masa emas”.

Sebagai tenaga terdidik, para guru Indonesia berperan penting dalam pendidikan negara tetangga, ini tentu berbeda dengan cerita sekarang, di mana sejumlah TKI dipekerjakan di perkebunan pengusaha Negeri Jiran sebagai buruh, yang masih menyisakan cerita pilu.

Kualifikasi Guru

Kurangnya kemauan guru untuk mengubah perilaku mengajarnya yang dipengaruhi keterbatasan sarana prasarana dan rendahnya tingkat kesejahteraan, rasanya menjadi masalah utama. Di luar masalah itu, banyak guru yang masih senang bertugas di kota dan sulit mencari guru yang mau mengajar di daerah adalah faktor yang membuat tidak meratanya kualitas guru.

Padahal harus diakui, banyak guru-guru berprestasi dan sudah menjadi mentor nasional, masalahnya adalah pada sebaran. Banyak sekolah di Jakarta dengan guru-guru di atas rata-rata, kondisi berbeda ditemukan di desa-desa.

Dalam UU sisdiknas kualifikasi minimum pendidikan guru ditingkatkan. Guru TK berkualifikasi minimal D-II, sementara SD hingga SLTA minimal berkualifikasi S1. Kualifikasi itu menuntut guru harus menyesuaikan, dan bagi yang belum memenuhi kualifikasi harus kembali menempuh pendidikan. Guru dituntut kembali belajar di tengah beban tugas mengajar sehari-hari.

Khusus untuk guru SMK, UU Sisdikas menempatkan guru mata pelajaran kejuruan untuk memiliki pegalaman industri. Hal itu untuk mengatasi masalah minimnya pengalaman industri para guru SMK, sayang masih banyak guru yang direkrut tanpa pegalaman industri yang cukup.

Mencari Akar Masalah

Tenaga kependidikan harusnya dihasilkan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan /keguruan (LPTK), sayang UU Sisdiknas yang dianut sekarang tidak demikian halnya. UU sisdiknas hanya memberikan rambu bahwa guru pada jenjang pendidikan mulai dari prasekolah, dasar hingga menengah dihasilkan dari perguruan tinggi yang terakreditasi.

UU sisdiknas menganut “sistem terbuka” dalam rekrutmen guru, karena tidak hanya bagi lulusan sarjana kependidikan, guru juga berasal dari sarjana non-kependidikan, padahal guru adalah insan khusus yang menjalankan profesi mencetak insan masa depan.

Dengan semua bisa melamar menjadi guru, kini semua orang merasa bisa jadi guru, tanpa harus tersertifikasi atau menempuh ujian kompetensi khusus guru, mereka merasa bisa mengajar, bahkan kini sudah banyak yang berdiri di ruang kelas mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar pendidikannya.

Celakanya lagi sebagian dari mereka hanya memosisikan diri sebagai pegawai (bermental pekerja), bukan guru yang memberikan teladan, menginspirasi dan menggerakan siswa untuk maju.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut