Menyebar Spirit Demokrasi Damai dari Masjid ke Masjid
Pesan demokrasi damai itu juga dilontarkan Kapolri saat buka puasa bersama dengan BEM se-Jabodetabek, Selasa (29/5/2018). Kapolri mengingatkan, dalam situasi seperti saat ini diperlukan kesadaran seluruh pihak untuk bersama-sama menjaga situasi keamanan.
”Mulai dari awal proses pilkada sampai akhir kita (harus) dapat menjaganya dengan aman. Hal ini juga karena ikut sertanya mahasiswa untuk mendinginkan suasana,” kata Tito. Peraih Bintang Adhi Makayasa 1987 itu juga mengingatkan agar mahasiswa tak terjebak sebagai penyebar hoaks, apalagi menjadi sumber ujaran kebencian.
Jauh sebelumnya Kapolri dan Panglima TNI telah menegaskan, soliditas dan netralitas TNI/Polri ini akan terus dilakukan di sejumlah wilayah yang menggelar pilkada serentak. Tujuannya, memberikan rasa aman kepada masyarakat khususnya kepada para pelaku usaha agar tidak perlu takut dengan keamanan dalam pilkada serentak.
“Pilkada serentak di 171 daerah ini tidak perlu ditakuti karena merupakan bagian dari proses demokrasi biasa untuk memilih pemimpin. Teman-teman pengusaha tidak usah khawatir silakan lanjutkan usahanya,” kata Tito.
Hoaks Ancaman Nyata Pilkada
Merupakan hal logis dan sangat beralasan Korps Bhayangkara tak lelah mengajak masyarakat mewaspadai hoaks dan ujaran kebencian. Semangat demokrasi damai menuju pilkada bersih dan berintegritas diyakini sulit tercipta jika masyarakat menjadi sumber perpecahan itu sendiri.
Tak dimungkiri, tumbuh suburnya internet dan media sosial ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi membantu penyebaran informasi dan intelektualitas. Namun di sisi lain menciptakan hal-hal negatif akibat penggunaan yang salah atau tak bijak.
Menurut dosen Universitas Pertahanan Tri Legionosuko, media sosial mampu menghadirkan suara-suara individu yang sebelumnya tidak pernah bisa didengar melalui pemberitaan media-media mainstream.
”Di Indonesia, kehadiran media sosial juga memberikan pengaruh terhadap perubahan politik, sosial, budaya dan ekonomi di Indonesia. Media sosial menggeser dan menembus batas dari pola relasi interaksi hirarkis menjadi egaliter, baik di ruang politik maupun budaya,” kata Tri dalam jurnal bertajuk “Dinamika Fake News atau Hoax sebagai Sumber Konflik Horisontal pada Pilkada Propinsi DKI Jakarta 2017” .
Salah satu efek negatif media sosial adalah banjir hoaks atau informasi palsu/fitnah. Data Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) jenis hoaks yang banyak digunakan adalah pada isu sosial politik yang mencapai 91,80 persen dan isu SARA 88,60 persen.
Sebaran hoaks berdasarkan survei Mastel.
Data ini mengindikasikan bahwa hoaks dapat memicu konflik sosial di masyarakat. Isu politik menjadi pemicu maraknya konfrontasi di media sosial seperti hate speech, saling hujat, dan lain sebagainya di Tanah Air. Ekspresi politik, saling hujat, saling bela pilihan politik dan merendahkan pilihan lain yang awalnya di dunia nyata, kini bergeser ke dunia maya.
Menurut Tri, tidak heran kemudian intensitas fake news dan atau berita-berita hoax di media sosial begitu viral di media sosial. Para aktor dan korban penyebar hoax tidak lagi tunggal, melainkan lebih kompleks.
Jenis hoak yang sering diterima masyarakat. (Mastel)
”Aktor penyebar hoaks pun tidak hanya disebarkan pelaku kriminal, banyak juga dilakukan oleh mereka yang sekadar iseng, menyerang bermuatan politik, menyuarakan hatinya, atau hanya sekedar mencari sensasi,” tulis dia.
Celakanya, kecenderungan hoaks pada masa-masa pilkada kian meningkat. Jika masyarakat tak waspada dan memercayai begitu saja, potensi perpecahan sangat terbuka. Menurut Mastel, 75,90 persen masyarakat meyakini hoaks bisa mengganggu kerukunan masyarakat.
Langkah Bersama
Mewujudkan pilkada damai dan berintegritas membutuhkan langkah bersama. Bukan saja oleh penyelenggara dan pengawas pemilu, namun juga Polri dan TNI, serta masyarakat. Setiap elemen memiliki peran masing-masing untuk mewujudkannya.
Langkah Mabes Polri, baik yang dilakukan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dan jajaran, maupun oleh Satgas Nusantara yang sengaja dibentuk untuk mendinginkan suhu politik pilkada merupakan langkah tepat.
Menyebarkan virus damai dari masjid ke masjid, dari pertemuan ke pertemuan, dari dialog dan seminar dinilai dapat membawa masyarakat untuk selalu bersikap bijak. Pada muaranya, semua orang akan menyadari bahwa pilkada damai adalah kebutuhan hakiki untuk keutuhan NKRI.
Ketua Bawaslu Abhan mengapresiasi langkah Polri. Menurut dia, mewujudkan demokrasi bersih dan bermartabat merupakan tanggung jawab bersama. ”Masjid, para mubaligh, dan politisi muslim mempunyai peran yang besar pada demokrasi yang dilaksanakan,” kata dia kepada iNews.id.